Title: My Man and Bike
Author: JustBaekhyun or MeydaaWK
Cast: Find it by yourself!
Genre: Sad (?) Romance
Rating: PG13
Length: Oneshoot
Poster: Art Factory (wemakeartfactory.wordpress.com)
Author note:
Annyeong readersdeul ^^
Beberapa hari ini Author jadi suka sama nih namja :3 yaudah deh, Author bikin ff sekalian kwkwk...
Eh, tenang aja, ini Kyuyoung versinya kok. Cari aja ya ^^
Jangan lupa tinggalin jejak kalian ya :) Ghamsahamnida ^^
Happy Reading~
Check it Out!
_______________
Sung Rin POV
Seperti biasanya,
aku bangun pagi-pagi, memakai baju cepat-cepat, lalu langsung menghampiri rumah
Hye Ra—sahabatku—cepat-cepat pula. Aku harus cepat, jika aku ingin bertemu
dengan namja itu.
Namja tampan itu.
Ah, menurutku,
pastilah namja itu berumur di bawahku. Lihat saja wajah cutenya yang selalu tampak di wajahnya, setiap hari. Mengingat namja
itu, membuat aku semakin semangat saja.
“Sung Rin-ya,
kenapa kau malah berdiri seperti itu? Kajja kita berangkat!” Teriak Hye Ra,
temanku itu sambil menuntun sepedanya sampai di tikungan.
“Ah, ne~!” Seruku
sambil menyusul Hye Ra yang sudah berjalan duluan. Waah, sahabatku itu cepat
sekali melajukan sepedanya.
“YA! Hye Ra-ya!
Tunggu aku…” seruku dengan memelas. Untuk ukuran kakiku yang pendek, jalan pelan
saja rasanya cepat sekali.
“Sung Rin-ya, ayo
cepat. Kau bilang kau ingin bertemu dengan namja itu, ayo cepat.”
Aku berusaha
keras mengejar Hye Ra. Lalu sampai di jalan raya, aku melihat namja itu…
Author POV
Sung Rin mematung
beberapa saat ketika namja yang disukainya itu lewat. Baru setelah Hye Ra
menepuk kepalanya, gadis itu baru sadar.
“Rasanya, semakin
hari namja itu semakin cute saja!”
Serunya.
Hye Ra terkikik
mendengar ucapan sahabatnya yang konyol itu. Jatuh cinta memang membuat orang
linglung.
“Kajja kita
berangkat, nanti terlambat lagi.”
Setelah itu,
mereka berdua kembali melaju dengan sepeda masing-masing menuju sekolah.
“Lu Han-ah,
sampai kapan kau mengerjakan soal-soal itu?” Tanya Min Seok pada sahabatnya
itu. “Kau mau cepat-cepat tua?”
“Ne, ne. Sebentar
lagi, aku baru menyelesaikan dua puluh soal.” Sahut namja itu—yang bernama Lu
Han—dengan santai. Dia kembali berkutat dengan lembaran-lembaran soal di
depannya.
“Aisssh,” gerutu
Min Seok sambil menyeret Lu Han keluar dari kelas. “Kajja cepat! Perutku
lapar…”
“Dasar! Bukannya
kau tadi sudah membawa snack?”
“Itu masih
kurang!”
Lu Han mendengus,
lalu mengikuti langkah Min Seok menuju kantin sekolah yang sudah lumayan dekat.
Beberapa kali dia mendapati yeoja-yeoja menatap padanya, lalu berbisik-bisik.
“Annyeong, Oppa.
Mau ke kantinkah?” Tanya seorang yeoja sambil menyodorkan tangan kanannya.
Lu Han hanya
menatap yeoja itu sekilas, lalu tersenyum tipis, memutuskan tidak menjawab.
Hati Lu Han memaki, memangnya gadis itu tidak melihat langkah kakinya yang menuju
kantin? Dasar bodoh!
“Oppa, kenapa
tidak menjawab? Apa Oppa tidak bisa berbahasa Korea?”
Lu Han makin
kesal, dia mengatakan sesuatu menggunakan bahasa China yang fasih dan menikmati
wajah bingung gadis itu.
“Apa orang ini
benar-benar tidak bisa berbahasa Korea?!” Tanya gadis itu pada Min Seok yang
berdiri sambil tersenyum geli di samping Lu Han.
“Memang tidak.”
“Sialan,” maki
gadis itu lalu pergi bersama gerombolannya yang lain.
“Dasar!” Seru Min
Seok sambil tertawa.
“Salah siapa
bersikap menyebalkan dan sok tahu itu,”
Min Seok hanya
tersenyum lalu kembali menyeret Lu Han ke kantin.
______________________
“Sung Rin-a, sampai kapan kau akan melamun seperti
itu?” Tanya Hye Ra sambil menepuk-nepukkan kedua tangannya.
“Ah, aku pasti
sudah tergila-gila pada namja itu!” Gerutu Sung Rin tanpa menjawab pertanyaan
Hye Ra, “andai saja kalau namja itu satu sekolah denganku…”
“YA! Berhenti
mengkhayal! Kau tahu—aku tahu—itu tidak mungkin terjadi, lihat saja seragam
yang dikenakannya, dia itu adalah murid sekolah unggulan di Seoul!”
“Dan andai saja
IQ-ku tidak jongkok seperti ini…”
Hye Ra hanya
terkikik sambil menarik Sung Rin keluar dari kelas yang sepi. “Nasib kita ya
bersekolah disini, kajja kita ke kantin.”
Sung Rin
mengikuti langkah lebar Hye Ra, lalu pandangannya tertumbuk pada selembar
kertas yang ditempelkan di mading. Sung Rin berhenti dan membaca kertas itu. Untuk dua puluh murid berbakat, akan dikirim
ke International High School!
“Hye Ra-ya!”
Teriak Sung Rin semangat sambil menarik-narik lengan Hye Ra yang telah
berjalan. “Lihat ini?! Kajja kita ikuti tesnya!”
Hye Ra berhenti
sebentar untuk membaca kertas itu, dahinya berkerut, lalu sedetik kemudian,
gadis itu tertawa keras. “Sung Rin-ah! Kau gila! Memangnya mungkin kita bisa masuk
ke sekolah yang sama dengan namja yang kausukai itu?” Serunya sambil menahan
tawa.
Sung Rin
mengerutkan bibirnya, “Tentu saja bisa! Kalau kita meningkatkan belajar kita
dan mendapat nilai bagus di semester ini, kita akan masuk ke sekolah itu! Aah,
senangnya~”
Hye Ra
mengembuskan napasnya. Sahabatnya ini memang sudah terbutakan oleh cinta. Lihat
saja wajahnya yang oval yang tengah tersenyum riang. Padahal, untuk masuk di
sekolah itu, mereka punya sekitar lima ratus saingan!
“Sudahlah, Sung
Rin-ah, jangan bermimpi lagi. Kajja kita makan,”
Sekali lagi, Sung
Rin memandangi kertas itu dengan pandangan ingin, lalu mengikuti langkah Hye
Ra. Biar saja Hye Ra tidak percaya padanya, tapi dia pasti bisa membuktikan
bahwa dia bisa masuk ke sekolah itu! Titik!!
__________________
“Lihat yeoja itu,
dia selalu memandangimu setiap kali kau lewat disini.” Bisik Jong Dae pada Lu
Han yang tengah memandangi jalanan di depannya.
“Mwo? Siapa?”
Tanya Lu Han kaget.
“Dia, yeoja
berkepang itu!”
Serta-merta, Lu
Han menatap yeoja yang dimaksud Jong Dae itu, dan memang benar. Gadis berkepang
itu memang tengah menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa dia artikan. Lu
Han berusaha memahami apa yang ada di pikiran gadis itu, tapi tidak bisa.
Rasanya, gadis itu tidak memikirkan apapun karena Lu Han tidak mendapati
pemikiran apapun di mata gadis itu. Memang Lu Han bisa membaca pikiran
orang-orang.
“Kau berhasil
merasuki pikirannya?” Jong Dae bertanya sambil menatap Lu Han yang tengah
menyipitkan matanya.
“Tidak,
sepertinya yang ada di pikirannya adalah namja tampan. Entah siapa yang dia
maksud.” Kata Lu Han, kembali menatap gadis itu, tapi kali ini gadis itu sudah
memalingkan wajahnya dan kembali melaju dengan sepeda miliknya sendiri.
“Nah, artinya
namja tampan yang ada di pikirannya adalah, kau.”
Lu Han menaikkan
alisnya, lalu kembali menjalankan sepedanya. Dia tidak yakin kenapa gadis itu
menatapnya intens seperti itu. Atau, jangan-jangan, gadis itu jatuh cinta
padanya? Aissh, lupakan Xi Lu Han!
Mungkin saja dia hanya menatapmu biasa saja. Lu Han mengangkat bahunya,
berusaha mengalihkan pikirannya dari gadis itu.
_____________
“Kau lihat?! Tadi
dia menatapku!” Seru Sung Rin kegirangan sambil melonjak-lonjak di atas
sepedanya. “Aah, semoga pesonaku dapat menembus sikap dinginnya itu!”
“Darimana kau
tahu kalau dia adalah sosok yang dingin?” Tanya Hye Ra.
“Kau lihat saja
raut mukanya yang selalu datar, dan matanya yang dingin! Jelas sekali kalau dia
adalah orang yang dingin. Sudah cepat, kita harus memarkirkan sepeda, nanti kita
terlambat.”
“Cih, gara-gara
siapa yang membuat kita terlambat seperti ini?” Sindir Hye Ra.
“Sudahlah, cepat.
Bagaimana kepanganku? Tidak berantakan kan?”
Hye Ra menggeleng
lalu mengikuti langkah Sung Rin.
“Kau lihat? Aku
mendapatkan dua nilai seratus dari tiga tes!” Seru Sung Rin bangga sambil
mengibar-ngibarkan kertas jawaban di hadapan Hye Ra.
“Memangnya tes
lainnya kau dapat nilai berapa?”
“Enam, hehe…”
kata Sung Rin malu-malu. “Tapi setidaknya, aku mengalami peningkatan. Kalau
sampai aku berhasil mendapat nilai seratus dari minimal, enam pelajaran, aku
akan mengikuti tes pertukaran pelajar itu.”
“Hmm…” gumam Hye
Ra sambil berpikir. “Dan berapa nilai yang lainnya?”
“Aku belum tahu.”
Hye Ra menghela
napasnya.
“Ya sudah ya, aku
mau ke perpustakaan dulu. Park Songsaenim bilang aku bisa membawa pelajaran
yang belum kukuasai disana. Dan nanti aku pulang duluan.”
Hye Ra
mengangguk, lalu kembali sibuk dengan buku teksnya sendiri. Sementara Sung Rin
berjalan menuju perpustakaan.
Lu Han menatap
pengumuman tentang pertukaran pelajar yang ditempelkan pihak administrator
sekolah. Dia dulu dia juga mengikuti pertukaran seperti itu.
“Mengingat masa
lalu, Xi Lu Han?” Tanya seorang yeoja. Lu han menatap yeoja itu, yeoja yang
waktu itu mengajak bersalaman dengannya.
“Apa maksudmu?”
Sahut Lu Han sinis.
“Bukannya kau
dulu berasal dari Cina, lalu mengikuti pertukaran pelajar dan dikirim disini?” Ujar
gadis itu. “Namaku Kim Chan Rin,”
Lu Han mendengus
mendengar ucapan gadis-sok-tahu itu, dia langsung berlalu dari mading dan
berjalan sendirian menuju kelas. Sial baginya, hari ini Jong Dae dan Min Seok
memiliki jadwal tambahan dan dia harus pulang sendirian. Lu Han memasukkan
tangan kanannya ke dalam saku celananya. Disampirkannya ranselnya di atas bahu
lalu berjalan menuju parkir sepeda. Dia memang selalu bersepeda, berangkat,
pulang, selalu.
Setelah
mengeluarkan sepedanya dari barisan sepeda-sepeda lainnya, Lu Han segera
menaiki sepeda gunungnya dan langsung melajukannya keluar dari sekolah. Udara
panas langsung menyerbunya, debu-debu tipis segera menyambutnya. Tapi Lu Han
tidak peduli. Dia tetap melajukan sepedanya, tiba di tikungan tempat biasanya
dia lewat, Lu Han melihat gadis yang tadi pagi menatapnya sedang melamun sambil
menjalankan sepedanya.
Diam-diam Lu Han
menelisik wajah gadis itu dan pikirannya berusaha merayapi pikiran gadis itu.
Lu Han tersenyum tipis, gadis itu memikirkan tentang pertukaran pelajar dan
namja tampan. Sadar jika diperhatikan, gadis itu menoleh.
Sejenak, mereka
bertatapan.
Gadis itu
tersenyum tipis, dengan ragu. Lu Han tidak tahu harus membalasnya atau tidak,
tapi saat bibirnya terangkat akan tersenyum, dua truk lewat dan menghalangi
pandangannya pada gadis itu. Saat truk itu pergi, gadis itu sudah menghilang.
________________
“Hari ini hari
penentuan siapa yang mengikuti tes pertukaran pelajar itu ya?” Tanya Hye Ra
pada Sung Rin yang tengah membaca buku teks yang super tebal. “Kau yakin tidak
ingin melihatnya sekarang?”
“Tidak, nanti
saja. Aku harus menyelesaikan soal ini, kalau tidak ingin Cha Songsaenim
marah.”
“Itu kan bisa
ditunda,”
“Tidak. Kita
harus menyelesaikan tugas cepat-cepat, baru bisa bersantai. Lagipula, aku yakin
aku pasti ada di daftar seratus nama yang akan dites itu.”
“Cih, percaya
diri sekali kau.”
“Aku mendapat
tujuh nilai seratus dari dua belas pelajaran.” Jelas Sung Rin, masih berkutat
dengan buku teksnya.
Hye Ra mendesah,
sejak pengumuman tentang pertukaran pelajar itu, Sung Rin menjadi sangat serius
dalam menghadapi pelajaran. Bahkan, Sung Rin bisa berkutat dengan buku teks itu
selama tujuh jam penuh.
“Baiklah, aku
akan melihat keputusannya itu. Nanti kau kuberitahu,” kata Hye Ra akhirnya.
Sung Rin nyengir
kuda, lalu mengacungkan dua jempolnya ke arah Hye Ra.
Hye Ra berjalan
menuju mading yang sama, dan mendapati puluhan siswa berkumpul disana, dengan
menyelipkan dirinya, Hye Ra berhasil membaca daftar yang baru dikeluarkan
sekolah tadi pagi. Ditelitinya perlahan, dia mendapati namanya bertengger di
nomor dua puluh dan Sung Rin di nomor Sembilan belas. Dengan bangga Hye Ra
kembali ke kelas.
______________
“Tadi aku melihat
gadis itu lagi.” Kata Lu Han pada Jong Dae, ketika mereka sedang duduk di
kantin.
“Kau
menyukainya?” Tanya Jong Dae sambil menatap Lu Han.
“Tentu saja
tidak.” Ujar Lu Han, “aku hanya heran kenapa tadi gadis itu membonceng sepeda
gadis satunya sambil membaca buku dan tidak menatapku lagi.”
“Kau sedikit menyukainya dan karena itu kau
penasaran, lalu merasa aneh.” Kata Jongdae sambil tersenyum memaklumi.
“Aniya, aku tidak
seperti itu. Aku hanya penasaran, itu saja. Aku tidak menyukainya. Bahkan aku
tidak tahu namanya,”
“Kau bisa membaca
pikirannya, dan kau mungkin bisa
mengetahui namanya.” Ujar Jong Dae konyol.
Lu Han mendesis,
“Tentu saja tidak bisa. Sudah, ayo kita pulang.”
Jong Dae menatap
Lu Han. “Kau bilang, waktu itu gadis itu memikirkan namja tampan dan pertukaran
pelajar? Apa gadis itu benar-benar mengikuti pertukaran itu?”
“Sepertinya iya.”
Jawab Lu Han tenang. “Menurut inderaku, dia berada di urutan ke Sembilan
belas.”
Jong Dae
mendengus. “Kadang-kadang aku iri dengan inderamu itu.”
Lu Han tersenyum
tipis.
______________
“Ayo cepat, kita
harus cepat!” Seru Sung Rin sambil menyeret-nyeret Hye Ra yang tengah membaca
buku teks.
“Apa?”
“Hari ini kan
pengumuman hasil tes kemarin! Cepat, aku harus melihat!” Seru Sung Rin sambil
memasang wajah serius, Hye Ra akhirnya mengalah dan mengikuti langkah Sung Rin
yang seperti orang berlari saja.
Tiba di depan
mading, Sung Rin mendapati bahwa banyak sekali siswa yang berdesak-desakkan di
situ dan memasang wajah kecewa. Sung Rin berusaha keras menelusup ke arah
deretan itu. Dia memandang kertas yang dinantikannya selama dua hari ini.
Sung Rin membaca
nama-nama itu dengan cepat, berharap menemukan namanya dan Hye Ra dalam dua
puluh nama itu.
Jung Han Sup, Kim Na Na, Man Hyorin, Shim Jin Ah, Kim
Ji Hye, Park Shin Ra, Cha Jong Nim, Lee Hye Ra… Sung Rin merasa
jantungnya berdetak semakin cepat. Dia berusaha membaca daftar itu dengan
cepat, dan akhirnya… tiba di nomor lima, Park
Sung Rin.
“Yihaaaa!” Teriak
Sung Rin membuat orang di sekitarnya menutup telinga. Sung Rin langsung
beringsut mundur menghampiri Hye Ra yang memasang wajah penasaran. “Hye Ra-ya!
Kau dan aku ada dalam daftar!” Serunya lagi.
“Aih, sudah
kutebak. Kajja, kita harus ke administrator sekolah untuk menandatangani
berkas-berkas itu.”
Hye Ra dan Sung
Rin berjalan menuju kantor Adminstrasi di aula barat. Sung Rin tak
henti-hentinya tersenyum puas.
Lihat, Man on Bike! Aku akan melihatmu setiap hari! Haha!
_______________
Lu Han menatap
yeoja yang sekarang tengah memandanginya itu. Hmm, berarti inderanya benar.
Yeoja itu memang mengikuti pertukaran pelajar itu, karena sekarang yeoja itu
memakai seragam yang sama dengannya. Lu Han kembali menatap yeoja itu—yang
sekarang tepat berada di belakangnya—membuat sepedanya akan oleng.
“Lu Han-ah,
berhenti menatap yeoja itu. Lihat, sekarang yeoja itu sudah seperti orang gila.
Tersenyum sendiri!” Bisik Jong Dae sambil merapatkan sepeda mereka.
“Cih, mungkin
saja yeoja itu memang gila. Lagipula, kenapa yeoja itu terus mengikuti
kita?”
“Aniya, aku juga
tidak tahu. Lagipula, biasanya dia bersama seorang yeoja. Tapi sekarang dia
sendirian.”
Lu Han mendengus,
dia memutuskan untuk semakin cepat menjalankan sepedanya, lalu sedetik
kemudian, sudah terjadi kebut-kebutan di jalan itu.
“Aissh, cepat
sekali namja itu…” gerutu Sung Rin sambil memegangi dadanya yang berdetak
cepat. Dia tertinggal. “Ya sudah kalau begitu, mungkin aku bisa bertemu
dengannya lagi di sekolah.” Lanjutnya, lalu tersenyum riang dan kembali
menjalankan sepedanya.
Sementara dari
jauh, Lu Han dan Jong Dae menatapnya dengan pandangan heran bercampur aneh.
Sesampainya di
sekolah, Sung Rin langsung memarkirkan sepedanya ke parkiran sekolah yang luas
dan mendapati bahwa sepeda Man on Bike-nya
tidak ada. Sung Rin hapal di luar kepala tentang model dan warna sepeda milik
namja itu.
“Sung Rin-ah,
cepat masuk! Lima menit lagi kita terlambat!” Seru Hye Ra sambil
melambai-lambaikan tangannya dengan ceria.
Sung Rin menatap
parkiran ragu, tapi akhirnya dia mengerutkan bibirnya dan mengikuti Hye Ra.
_____________
“Oppa, apa kau
sudah melihat murid-murid baru itu?” Tanya Chan Rin sambil mengikuti langkah Lu
Han yang tenang.
“Tidak.”
“Kalau begitu,
ayo aku antar.” Ajak Chan Rin sambil seenaknya sendiri menggandeng lengan Lu
Han, tepat saat seorang yeoja lewat. “Nah, dia salah satunya—lihat wajahnya!
Jelek sekali bukan?” Kata Chan Rin sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Lu
Han.
Lu Han menatap
yeoja yang baru saja lewat di depannya dengan pandangan dingin yang datar,
gadis berkepang itu. Gadis yang selalu memandanginya tiap bertemu. Lu Han
menatap wajah tersentak gadis itu—yang berdiri diam bersama temannya. Dan dia
berusaha membaca pikiran gadis itu.
Astaga, pekik Lu
Han dalam hati. Gadis itu mengira Chan Rin dan dirinya adalah sepasang kekasih.
Yang benar saja!
Lu Han kembali
menatap gadis itu, dia merasa wajah gadis itu sedikit memerah dan matanya
menjadi berkaca-kaca. Segera saja dilepaskannya gandengan tangan Chan Rin dan
berlalu. Wajah gadis itu—yang tidak dia ketahui namanya—terlihat begitu
menyedihkan.
“Oppa! Oppa mau
kemana?”
Tapi Lu Han
sendiri tidak peduli dan tetap berjalan meninggalkan Chan Rin.
_______________
Sung Rin POV
“Mungkinkah itu
benar-benar yeojachingu namja itu?” Tanyaku sambil menatap kosong kolam
sekolah. Seharusnya, sekolah sudah mulai satu jam yang lalu, tapi aku tidak
peduli. Pemandangan tadi rasanya begitu mengagetkan.
Benar juga,
kenapa tidak pernah terpikir olehku kalau namja itu sudah punya yeojachingu?
Dia tampan, dan murid yeoja disini cantik-cantik. Mudah saja kalau Man on Bike ingin menggaet salah
satunya. Dan, yeoja itu adalah yeoja yang sangat cantik tadi.
Aku merasa
tersindir.
Selama ini, apa
namja itu menyukaiku? Atau, dia malah merasa jijik padaku?
Kemungkinan kedua
lebih besar peluangnya terjadi.
“Sung Rin-ah,
namja disini tampan-tampan. Kau bisa melupakan Man On Bike-mu itu dan mencari yang lain.” Saran Hye Ra sambil
menepuk pundakku. Biasanya, kalau sedang sakit begini, tepukan di bahu bisa
sedikit menenangkanku. Tapi sekarang tidak lagi. Luka ini begitu lebar
menganga, bahkan rasanya tidak akan ada sesuatu yang bisa menambalnya.
“Sung Rin-ah,
kajja kita ke kelas…”
Baiklah, aku
harus bangkit. Memangnya aku bersekolah disini hanya untuk bertemu namja-sialan itu? Ah, tentu saja tidak. Aku langsung
berdiri dan berjalan menuju kelas kami yang tidak begitu kuhapal. Tapi
setidaknya Hye Ra hapal.
Kelas kosong.
Hanya ada beberapa murid yang sedang duduk di bangku masing-masing, dan ada yeoja
yang tadi bersama Man on Bike-ku. Ah,
salah. Mulai sekarang, namja itu bukan Man On Bike-ku lagi.
“Hye Ra-ya,
bukannya itu yeoja yang bersama namja tadi?” Tanyaku sambil berbisik pada Hye
Ra yang sedang meletakkan tasnya di laci.
“Ne, sepertinya.
Memangnya kenapa? Apa kau berpikiran ingin melabrak yeoja genit itu?”
Aku menggeleng.
Lagipula, siapa aku? Aku bukan siapa-siapa namja itu. Jadi, aku tidak berhak
untuk merasa marah.
Author POV
“Ya, siapapun!
Tolong ambilkan sepatuku di atas sana!” Teriak seorang murid yeoja sambil
memandangi seisi kelas penuh harap. “Chan Rin melemparkan sepatuku di atas rak
tinggi itu!” Lanjutnya dengan muka memelas.
Serentak, seisi
kelas saling menatap. Berusaha mencari yeoja yang paling tinggi di kelas.
Pandangan mereka berhenti di Sung Rin.
“Lu Han-ah, kajja
ke kelas sepuluh,” ajak Min Seok pada Lu Han.
“Waeyo?”
“Aku harus
menemui adikku di kelas itu.”
Lu Han mengiyakan
dengan malas. Dia tahu kalau Chan Rin adalah murid di kelas itu. Dan dia tidak
suka kalau-kalau yeoja genit itu menganggapnya menyukainya. Yang benar saja!
Min Seok berjalan
di depan Lu Han dengan langkah-langkah pendek seperti biasa, membuat Lu Han
dengan mudah mensejajarinya. Mereka sampai di depan kelas sepuluh itu. Lu Han
memandangi lembaran kertas yang menunjukkan data-data siswa-siswi baru dari
pertukaran pelajar itu. Matanya bergerak, dan akhirnya berhenti pada sebuah
foto. Gadis berkepang yang pagi tadi ditemuinya.
Park Sung Rin.
“Lu Han-a, ayo
masuk. Apa kau ingin berdiri di sana sampai nanti?”
Lu Han mengangkat
bahu sambil tersenyum. Ternyata gadis itu bernama Park Sung Rin. Saat masuk ke
kelas itu, yang pertama dilihatnya adalah Sung Rin. Gadis itu tengah memanjat
dua bangku yang ditumpuk ke atas, sambil berusaha menggapai atap rak tinggi di
depannya. Kakinya yang ditutup sepatu kets bewarna berjinjit-jinjit.
“Ya! Kenapa kau
memanjat seperti itu?!” Seru Lu Han spontan, matanya bergerak dari kaki Sung
Rin menuju meja yang bergerak-gerak seakan ingin jatuh.
“Dia sedang
berusaha menolongku,” ujar yeoja tadi, yang bernama Kim Min Ah, alias adik Min
Seok. “Chan Rin melempar sepatuku ke atas sana dan gadis itu berusaha
menolongku.”
Cepat-cepat Lu
Han menghampiri Sung Rin yang masih tetap berjinjit, berusaha menggapai sepatu
pantofel Min Ah. Lu Han menggoyang-goyangkan bangku bawah, berusaha membuat
Sung Rin berhenti berjinjit dan menghadapnya.
“AUW!” Seru Sung
Rin saat bangku mulai bergoyang-goyang dengan cepat. Dia jatuh
terduduk—beruntung masih di atas bangku. “Ya, apa-apaan kau! Kau bisa saja
membunuh—” ucapan Sung Rin berhenti ketika matanya melihat Lu Han.
“Membunuh apa?”
Tanya Lu Han santai sambil memandang Sung Rin dengan pandangan menantang.
“Aissh, berhenti
menggoyang-gooyangkan bangku. Aku harus mengambil sepat—” ucapan Sung Rin kembali
terpotong ketika Lu Han ikut memanjat bangku itu, dan sekarang namja itu sudah
ada di sampingnya yang tengah terduduk. Dengan mudah Lu Han meraih sepatu Min
Ah yang dari tadi berusaha ia gapai.
“Nah, serahkan
urusan seperti ini pada namja,” ujar Lu Han santai, lalu melempar sepatu itu
pada Min Ah. Lu Han kembali menatap Sung Rin yang tengah mematung di
hadapannya. “Dan—aku bukan namjachingu Chan Rin.”
“Mwo?!” Seru Sung
Rin sambil membulatkan matanya. “Memangnya ada hubungannya denganku?”
Lu Han mengangkat
bahu lalu turun dari bangku itu. “Cepat turun,” perintahnya. Sung Rin berusaha
turun, tapi kakinya tertindih oleh tubuhnya sendiri, yang mengakibatkan
tubuhnya oleng. Sedetik kemudian, Sung Rin mengira dirinya akan jatuh dengan
sangat keras, lalu mati. Tapi yang ada, dia hanya merasakan sesuatu yang lunak
di bawahnya. Dengan takut, Sung Rin membuka kedua matanya. Dan, dia merasa
jantungnya seolah jatuh ke tanah ketika dilihatnya Man On Bike ada di bawahnya.
“OMO!” Seru Sung
Rin kaget, sambil bangkit dari jatuhnya dan memandang Lu Han panik. “Apa kau
baik-baik saja?”
Lu Han meringis,
bahunya sakit sekali. Apalagi yeoja itu cukup berat. Tapi bukannya namja tidak
menunjukkan kelemahannya? Jadi Lu Han menggeleng dengan tenang lalu berusaha
bangkit. Sung Rin mengulurkan tangannya, yang disambut oleh Lu Han.
“Astaga!” Seru
suara yeoja dari pintu, “apa yang kau lakukan pada Oppa-ku?!” Seru yeoja itu
lagi kepada Sung Rin yang masih memegang tangan Lu Han.
“Aniya,” sahut Lu
Han sambil membersihkan kemeja putihnya yang kotor.
“Gomawo.” Kata
Sung Rin tepat ketika Lu Han memandangi wajahnya.
Lu Han tersenyum
tipis, lalu keluar dari kelas itu bersama Min Seok.
“Astaga~ Itu
romantis sekali~” seru beberapa siswi yang melihat kejadian secara langsung,
terkecuali Chan Rin yang tengah menatap Sung Rin sinis.
“Kau—ikut aku.”
Kata Chan Rin sambil menunjuk Sung Rin. Lalu berjalan mendahului.
Saat akan
melangkahkan kakinya, Min Ah menghalangi Sung Rin. “Jangan. Jangan ikuti gadis
jahat itu. Biar aku yang membereskannya.” Ujar Min Ah dengan tenang.
___________
“Kejadian itu
sangat romantis!” Seru Sung Rin menggebu-gebu sambil memacu sepedanya cepat. “Kau
tahu? Itu terlihat sangat keren, sampai-sampai aku mengira aku menjadi
Cinderella dalam versi nyata.”
“Dasar. Tapi
kelihatannya Chan Rin benar-benar marah padamu.”
“Siapa peduli. Man On Bike bilang dia tidak memiliki
hubungan apapun dengannya.” Ujar Sung Rin, lalu beberapa detik kemudian, dia
menepuk dahinya keras. “Astaga! Kenapa aku lupa tidak menanyakan namanya, ya?!”
Hye Ra terkikik.
Memang tadi dia tidak melihat kejadian-romantis
yang menimpa Sung Rin secara langsung.
“Aissh,
eottohke?!”
“Kau kan bisa
menanyakannya besok.”
“Terlalu lama!”
Hye Ra memukul
bahu Sung Rin pelan, lalu berjalan mendahului sepeda Sung Rin. Mereka saling
memukul sambil tertawa-tawa.
“Kau lihat gadis
itu?” Tanya Lu Han kepada Jong Dae. Mereka sedang bersepeda di belakang Sung
Rin dan Hye Ra.
“Wae? Kata Min
Seok, kau tadi menolongnya. Kau sudah tahu namanya?”
Lu Han
mengangguk. “Menurutmu, dia gadis yang menyenangkan atau tidak?”
Jong Dae
mengangguk sambil memasang wajah menyelidik. “Kau menyukainya?” Tanyanya,
serangan telak bagi Lu Han. “Menurutku, dia adalah satu-satunya yeoja tidak
tahu malu di sekolah kita.”
“Uh-mm. Dia
cantik?”
“Kau benar-benar
menyukainya?”
“Kurasa.”
“Beri aku sebuah
alasan sampai akhirnya seorang Xi Lu Han yang dingin membuka hatinya.” Ujar
Jong Dae takjub.
“Karena aku
melihatnya.”
“MWO?!”
_____________
“Maksudmu apa,
yeoja-genit?!” Seru Chan Rin kepada Sung Rin sambil menekan kata ‘yeoja-genit’.
“Kau ingin mencari perhatian kepada Lu Han Oppa?!”
“Lu Han Oppa?
Siapa dia?” Tanya Sung Rin heran.
“Jangan
berpura-pura bodoh. Kemarin dia menolongmu! Dan itu pasti tidak akan terjadi
jika kau tidak berpura-pura jatuh.”
Jadi namanya Lu Han? Kenapa tidak terdengar seperti
orang Korea?
Batin Sung Rin.
“Yeoja-genit!”
“Mwo? Yeoja
genit? Apa maksudmu?!” Amarah Sung Rin langsung tersulut ketika Chan Rin
menyebutnya ‘genit’.
“Kau memang yeoja
genit! Lihat siapa yang mengganggu calon-namjachinguku!”
“Calon—bukan
berarti akan menjadi nyata kan?” Sindir Sung Rin telak. “Memangnya kau kira Lu
Han mau menjadi namjachingu orang sepertimu?”
Chan Rin
menggertakkan gerahamnya keras-keras. Emosi. “Aissh, jinjja! Kau benar-benar!!”
Serunya, lalu tangannya terjulur untuk menjambak rambut Sung Rin keras.
“Auw!” Jerit Sung Rin refleks, tangannya ikut
terjulur untuk menjambak rambut panjang Chan Rin yang tergerai, sementara
rambutnya sendiri dikuncir kuda. “Dasar, yeoja genit!”
“Hei, apa-apaan
ini!” Seru Min Seok ketika melihat Sung Rin dan Chan Rin sedang bertengkar di
belakang kelas. Min Seok berusaha melerai keduanya, tepat ketika Lu Han lewat.
“Lu Han-ah!” Seru
Min Seok memanggil Lu Han.
PLAKK. Tamparan
keras Sung Rin mendarat dengan telak di pipi Chan Rin.
“Auww… Appo…”
ujar Chan Rin sambil berpura-pura kesakitan. Lu Han segera menghampirinya.
“Gwenchana?”
Tanya Lu Han sambil menatapnya khawatir. “Sung Rin-ssi! Kau ini keterlaluan
sekali!”
“Mwoya? Aku?”
Sung Rin menatap Lu Han syok. Siapa yang memulai pertengkaran? Enak saja Lu Han
menuduh dirinya. Sung Rin berusaha menekan perasaan sakit hatinya. Ternyata,
namja yang begitu diidolakannya—sampai ia rela bersekolah disini—dengan
seenaknya mengecap dirinya begitu.
“Auw… Oppa, gadis
ini liar sekali! Tadi aku akan ke kamar mandi, tapi gadis ini menarikku dan
menjambakku seperti itu…” jelas Chan Rin sambil mengeluarkan air matanya.
Min Seok tidak
dapat berkata apa-apa untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Mulutnya
seolah terkunci rapat, ketika adegan Lu Han melotot kepada Sung Rin.
“Dengar Sung
Rin-ah, kali ini kau benar-benar keterlaluan. Kau bukan siapa-siapaku, ingat?
Dan—kau hanya kebetulan saja dapat masuk ke sekolah ini.”
Serangan telak
yang sangat mematikan. Sontak, mata Sung Rin berkaca-kaca, di cengkeramnya
jemarinya erat-erat lalu langsung meninggalkan semuanya, dengan hati yang
terluka.
___________
“Dengar, Hye
Ra-ya, aku tidak peduli lagi. Aku akan keluar dari sekolah ini dan kembali ke
sekolah lama kita. Terserah saja, kalau kau mau ikut denganku, cepat kita
siapkan berkas-berkas yang dulu diserahkan pihak sekolah kita dan
membatalkannya.” Jelas Sung Rin panjang lebar.
“Mwo? Pindah
lagi? Waeyo, Sung Rin-ah? Kau kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi padamu? Ayo,
katakan padaku sejujurnya.”
Awalnya, Sung Rin
sama sekali tidak berniat untuk menceritakan kejadian yang tadi siang
menimpanya itu. Tapi, saat Hye Ra menatapnya seperti itu, pertahannya runtuh
dalam hitungan detik. Sontak, air matanya yang terkumpul dalam sudut matanya,
keluar dengan deras. Hye Ra menatap Sung Rin yang tampak sangat menyedihkan
ketika menceritakan kejadian antara dia, Lu Han, dan Chan Rin-si-penjilat.
“Sekarang, cepat.
Beritahu aku, apa kau tetap akan bersekolah disana?” Tanya Sung Rin akhirnya,
sambil mengelap air matanya yang menggantung di pelupuk matanya.
“Aku tidak punya
alasan untuk tetap bersekolah disini. Jadi, kajja kita kembali.”
Mereka berdua
ber-high-five dengan riang. Sejenak,
Sung Rin mengira dirinya baik-baik saja. Dia akan baik-baik saja, kalau dia
tidak bertemu Lu Han, atau Chan Rin, sampai hatinya siap.
Lagipula,
seharusnya dia sudah melupakan Lu Han sekarang. Namja itu tidak pantas
dicintainya, tidak, cintanya terlalu suci untuk dimiliki seseorang seperti Lu
Han.
Mulai sekarang,
tidak akan pernah ada Man On Bike lagi. Mulai sekarang, hanya ada namja bernama
Xi Lu Han, seseorang yang dulu pernah dicintainya. Itu saja. Tidak ada hal
spesial lagi sekarang.
Semuanya sudah
selesai, sampai disini.
___________
“Kau lihat gadis
itu, bahkan dia tidak melirikmu.” Kata Jong Dae sambil menunjuk ke arah Sung
Rin yang tengah bersepeda sambil memakai earphone. “Apa yang terjadi? Apa kau
sudah menolaknya?”
Lu Han menghela
napas. “Menolak? Well, dia tidak
pernah menyatakan cinta padaku.” Katanya dengan sangat tenang, sekaligus merasa
sedikit-bersalah.
“Lalu kenapa dia
terlihat mengabaikanmu?”
“Entahlah, itu
bukan urusan kita. Ayo kita menyalipnya saja.” Ajak Lu Han, lalu segera
mempercepat laju sepedanya, sampai dia bisa mensejajari sepeda Hye Ra dan Sung
Rin. Aneh, Sung Rin sama sekali tidak menatapnya, dan malah mengalihkan
pandangannya ke depan dengan fokus. Hal yang aneh, yang membuat Lu Han merasa
ada yang hilang dari kebiasaannya.
___________
“Aniya, Lu
Han-ah. Kau terlalu cepat mengambil keputusan.” Kata Min Seok dengan mimik
serius. “Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Gadis jahat itu yang
memulai.”
“Maksudmu,” kata
Lu Han lamat-lamat. “Gadis dengan rambut tergerai?”
“Ya, siapa lagi
kalau bukan dia. Dia yang memulai menjambak gadis yang satunya.”
Lu Han merasa
tenggorokannya tiba-tiba kering. Itu pasti sebab kenapa Sung Rin
mengacuhkannya. Dia mengambil keputusan
terlalu cepat.
“Lalu, kau datang
tepat ketika gadis jahat itu melepaskan genggaman tangannya di tangan gadis
satunya, sehingga menyebabkan tangan gadis itu menampar pipi gadis jahat itu.”
Lanjut Min Seok lagi, tidak memahami kerutan-kerutan yang tiba-tiba muncul di
wajah Lu Han. “Dan, kau dengan seenaknya menuduh gadis satunya itu. Kemarin,
aku yakin sekali melihat gadis itu menangis. Kalau aku jadi dia, aku pasti akan
menamparmu waktu itu, lalu menangis seperti anak kecil.”
“Berhenti,” kata
Lu Han dengan tegas. “Cukup sampai disini. Aku ada urusan,” lanjutnya sambil
bergegas keluar dari kelas.
“Ya, Lu Han-ah!
Dasar! Aku belum selesai bercerita!”
Lu Han
mengabaikan ucapan terakhir Min Seok dan tetap melangkahkan kakinya menuju
kelas sepuluh. Dia perlu meminta maaf kepada Sung RIn karena menuduh gadis itu
sembarangan.
Sesampainya di
kelas itu, Lu Han hanya melihat adik Min Seok. Dipanggilnya gadis itu, lalu
saat Min Ah sudah ada di depannya, Lu Han mulai bertanya tentang keberadaan
Sung Rin.
“Ah, memangnya
sunbae belum tahu? Tadi pagi, Hye Ra dan Sung Rin keluar dari sekolah ini.”
Kata Min Ah sambil tersenyum. “Aku seharusnya berterima kasih dulu kepada Sung
Rin, tapi gadis baik hati itu malah pergi duluan.”
Lu Han menggaruk
rambutnya yang tidak gatal, lalu berterima kasih. Kemudian, dia kembali ke
kelasnya.
___________
“Gadis itu pindah
sekolah, katamu?” Seru Jong Dae kaget ketika mendengar curhatan Lu Han tentang
Sung Rin. “Sebelum kau meminta maaf?!”
“Aigoo, Jong
Dae-ya, jangan keras-keras. Itu memalukan tahu.”
Jong Dae meringis
tidak enak, lalu merapatkan mantelnya. “Omong-omong, kau tahu rumahnya?”
Tanyanya.
Lu Han
menggeleng. Wajahnya yang cute kayak
marmut *plakk terlihat merengut.
“Aigoo… Baiklah,
besok kita pasti bertemu dengan gadis itu lagi. Kau tenang saja, kau pasti
berhasil meminta maaf padanya.”
Lu Han
mengangguk.
Tapi kenyataan
tidak berpihak padanya. Esoknya, esoknya lagi, esok-esoknya lagi-lagi,
esok-esok-esoknya lagi-lagi-lagi, Lu Han tidak pernah bertemu Sung Rin lagi.
Sampai dua minggu setelahnya, Lu Han masih belum bertemu.
Lu Han merapatkan
mantel cokelatnya yang tidak terlalu tebal, lalu kembali menatap kosong sungai
Han di hadapannya. Airnya yang jernih menggambarkan bayangannya. Lampu-lampu
berbayang di atasnya. Tepat di hadapan Lu Han.
Lu Han POV
Aish, seharusnya
aku bisa melupakan gadis itu. Seharusnya aku tidak berlarut-larut
memikirkannya. Mungkin saja gadis itu bahkan sudah lupa dengan semuanya dan
hidup seperti biasanya, hidup sebelum aku mengenalnya.
Lalu kenapa aku
merasa sedih? Bukannya dulu aku merasa sedikit risi ketika dipandangi dengan
terang-terangan olehnya? Sekarang, tidak akan ada lagi yang memandangku dengan
tatapan memuja yang kentara sekali.
Tapi kenapa aku
merasa sedikit aneh dengan kehidupan lamaku?
Apa sudah begitu
lama aku mengenal gadis itu sampai rasanya aneh hidup sehari tanpa yeoja itu?
Ada apa denganku?
Sekarang, rasanya
aku melihat bayangan Sung Rin di atas air.
Rasanya, terlalu
awal untuk melihat bayangan-bayangan aneh seperti itu. Apa aku sudah
menyukainya? Atau, aku justru telah mencintainya? Atau tidak keduanya? Aku
tidak tahu…
Sekarang, bayangan
itu terlihat semakin dekat. Refleks, aku membalikkan tubuh dan mendapati bahwa
gadis itu memang gadis yang sama dengan gadis tempo hari lalu. Sung Rin…
Aku hanya
menatapnya, tanpa berusaha menggapainya, atau mendekatinya, atau meminta maaf
kepadanya. Seperti yang kuinginkan sejak lama. Entah kenapa, pandangan kosong
gadis itu menyimpan ketertarikan tersendiri bagiku. Aku mencoba merayapi
pikirannya. Tapi, bahkan gadis itu menutup pikirannya. Gadis itu menutup
dirinya. Bahkan untuk sekedar kuketahui, apa yang ada di pikirannya.
Sung Rin hanya
berjalan, dengan lunglai, sambil terkadang menyelipkan helai rambut lurusnya
yang tertiup angin. Dia mengenakan celana jins biru gelap panjang yang ketat
dan sweter putih tebal, dan syal bewarna biru muda. Rambutnya yang biasanya
terkuncir rapi digerai dengan sembarangan.
Astaga, apakah
aku perlu menyebutkan penampilannya sampai sedetail itu? Untuk apa?
“Sung Rin-ah!”
Seruku, ketika aku menyadari bahwa langkah gadis itu sudah lumayan jauh. Dia
berhenti, lalu berbalik menatapku. Dan aku baru sadar bahwa gadis itu menangis.
Aku tidak tahu kenapa kakiku melangkah menghampirinya. Yang aku tahu, sedetik
kemudian, aku sudah merasakan hangatnya tubuh gadis itu.
Semuanya terjadi
dalam hitungan sepersekian detik, tanpa dihalangi oleh apapun.
Sung Rin POV
Aku tidak tahu
darimana namja ini berasal. Aku tidak tahu apapun, kecuali hangatnya dekapannya
yang menyelubungi bahuku kini. Tiba-tiba, rasanya sakit hati yang begitu sulit
kusembunyikan dari semua orang, muncul kembali dengan cepat. Dan rasanya,
semakin lama semakin cepat. Ada apa?
Ah ya. Aku tahu
kenapa. Namja ini bukan milikku. Itu satu-satunya penyebab hatiku terasa
teriris. Dia bukan milikku. Dan tidak
seharusnya Lu Han berdiri disini. Tidak seharusnya dia memelukku seperti ini.
Tidak seharusnya…
“Kau kemana
saja?” Tanyanya dengan canggung, setelah melepaskan pelukannya.
Rasanya otakku
kosong sejenak, lalu perlahan aku berhasil menemukan suaraku. “Apakah itu
penting?” Tanyaku dengan suara terdengar seperti rintihan.
“Itu penting.”
Katanya dengan cemas, matanya yang cokelat bening terlihat lebih gelap daripada
sebelumnya. Apa emosi bisa membuat seseorang kehilangan pikiran rasionalnya? “Karena
aku punya hutang padamu.”
“Hutang? Hutang
apa?” Tanyaku bingung. Apakah aku pernah meminjaminya uang? Tidak. Apa aku
pernah menolongnya? Tidak juga. Lalu apa?
“Aku berpikiran
negatif padamu tempo hari.” Katanya dengan nada antara hangat dan… cemas?
Aih, masalah itu.
Aku memang sempat sakit hati beberapa hari yang lalu, tapi rasa cintaku rupanya
terlalu besar untuk membencinya. Meski rasanya masih menyakitkan mengingat dia
sudah berpikiran salah tentangku. Itu artinya, dia tidak mempercayaiku. Bukan
begitu?!
“Aku minta maaf,
Min Seok memberitahukanku kebenarannya beberapa minggu yang lalu. Dan saat itu,
kau sudah tidak bersekolah dalam satu sekolah denganku.” Ujar Lu Han sambil
tersenyum sedih. “Dan aku mendapati bahwa kau juga tidak lewat jalan biasa
ketika kita bertemu.”
Kenapa
kedengarannya seolah-olah dia menyukaiku? Apa itu benar? Kenapa seolah-olah dia
terdengar menanti-nantikan bertemu denganku?
“Kemudian, aku
baru sadar jika aku bahkan tidak tahu sedikitpun tentangmu.”
Apakah dia sedang
mencoba merayu? Benarkah?
“Apakah itu
penting bagimu?” Tanyaku, sedikit terlalu cepat. Aku sangat berharap dia
menjawab ya. Tapi nyatanya, Lu Han hanya tersenyum.
“Apakah kau
menyukaiku?” Tanyaku lagi dengan semangat yang tiba-tiba muncul, padahal,
sepuluh menit yang lalu aku sedang menangis terisak dan kehilangan semangat.
“Sepertinya.”
Sahutnya sambil mengedipkan mata cokelatnya—yang entah kenapa terlihat lebih
bening di kegelapan malam.
“Hanya
sepertinya?” Candaku, sambil melilitkan tanganku di lengannya yang terbungkus
mantel. Lalu aku menariknya berjalan. Memang terlihat terlalu agresif, tapi,
apa peduliku? Bukannya aku duluan yang tersenyum padanya? Bukannya aku duluan
yang selalu memandanginya, setiap hari? Jadi, kenapa tidak diteruskan saja?
Lu Han tersenyum,
lalu mendekatkan mulutnya ke bibirku. Astaga, apakah dia akan menciumku?!
Sekarang aku harus melakukan apa? Apa aku harus memejamkan mataku? Atau…
“Jangan
berpikiran aneh.” Bisiknya di telingaku. Sial, ternyata dia hanya menggodaku.
“Saranghae.” Katanya dengan suara yang terdengar sangat lembut di telingaku.
Aku tersenyum menggoda.
“Baiklah, sejujurnya, aku sudah menantikan kata itu sejak setahun yang lalu.”
Ujarku dengan tenang, sambil merapatkan tubuh kami, mempersempit jarak.
“Oh, ya?”
“Kau terlalu
dingin. Jadi aku tidak berani memanggilmu. Lagipula, aku tidak tahu namamu.”
Jelasku. “Dan aku masih terlalu malu untuk menghampirimu.”
“Well, apakah aku terlihat sedingin itu?”
“Bahkan, aku
hanya perlu menatap matamu, dan aku langsung tahu kalau kau tipe orang yang
dingin.” Gurauku, sambil mengerlingkan mata kananku.
Tangan Lu Han
tergerak dan menggelitiki pinggangku.
“YA! Auw… Haha…”
seruku, lalu berbalas menggelitiki pinggangnya.
Dan begitulah
kami, di sepanjang jembatan sungai Han.
Aku percaya pada
cinta.
Aku percaya pada
apa yang namanya Man On Bike.
Bisa saja kalau
kau melihat seorang namja setiap hari, bisa jadi dia jodohmu. Seperti yang
terjadi padaku.
Semoga saja cinta
kami tidak pernah pudar.
Semoga saja…
Hei, untuk apa
mengkhayal jika masa depan ada di depanmu?
I Meet my Man On Bike… and You?
T B C
Hehe, gimana readers? Baguskah? O.o
Jangan lupa tinggalkan jejakmu lohyaa ^^
Ghamsahamnida ^^
Woowww...happy ending...suka...
BalasHapusKayanya ceritanya kependekan thor...jadi kurang mendetail...rasa suka luhan nya kurang keliatan...hehehe...
Keep writing ya..
Gomawoyo...