Selasa, 05 Februari 2013

[1/2] Because I Love You


Title: Because I Love You [1/2]

Author: MeydaaWK or JustBaekhyun


Cast: 
-Zhang Yi Xing (LAY)
-Lee Eun Woo (chingu saya keke~)

Genre: Sad, Romance

Rating: PG14

Length: Twoshoot

Poster: ART Factory 

Author Note:

Buat chingu saya: Hana -> ini ffnya udah jadi, tapi part 1-nya doang keeke~

DON'T BE A SILENT READERS!! 

Check It Out!

Happy Reading~

_______________

 8 years ago~


Lee Eun Woo’s POV


“Dasar anak pencuri, dasar anak pencuri!!” Teriak segerombolan anak laki-laki berusia sekitar empat belas tahun sambil menjulurkan lidahnya padaku.
Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Karena, satu, appaku memang pencuri. Aku tidak tahu appaku mencuri apa, yang aku tahu, sekarang aku dilarang bertemu dengan Appaku oleh Halmeoni. Kedua, usia mereka hampir dua tahun lebih tua daripada aku. Aku hanya diam, tetap menunduk, dan dengan sabar mendengarkan caci-maki mereka semua.
“Kajja tinggalkan anak pencuri ini! Nanti barang kita dicuri lagi!” Seru salah seorang anak laki-laki, lalu menjambak rambutku dan pergi.
Seperti tadi, aku hanya diam diperlakukan seperti itu. Yang bisa aku lakukan adalah menangis tanpa suara. Air mataku menetes-netes di sepanjang jalan yang kulewati sendirian. Aku masih memakai seragam sekolah dasarku, memakai sepatu datar dan ransel. Aku sudah terlalu biasa di-bully seperti ini. Tapi entah kenapa, aku selalu menangis ketika mereka datang dan mulai mem-bullyku seperti tadi. Padahal, ketika di rumah, aku selalu meyakinkan diri untuk tidak menangis ketika mereka mulai menjambakku, mengatakan kata-kata buruk tentangku, tentang keluargaku. Tapi, selalu seperti ini. Air mataku langsung mengalir deras ketika mereka datang.
“Eun Woo-ah,” panggil seseorang. Segera saja aku membalikkan badan. Halmeoni.
“Ne, Halmeoni…” sahutku sambil menghapus air mata yang menempel di pipiku. Tapi rasanya air mataku semakin banyak keluar. Aku langsung berlari dan memeluk satu-satunya orang yang selalu peduli padaku.
“Uljima, Eun Woo-ah, uljima. Cepat, hapus air matamu. Kita akan pergi berjalan-jalan,” jelas Halmeoni sambil menepuk-nepuk puncak kepalaku, seperti yang biasa dilakukannya ketika perasaanku campur-aduk seperti ini. Cepat-cepat aku mengangguk, memutuskan untuk mengikuti apa yang dikatakan Halmeoni.

__________

Esoknya, ketika aku pulang sekolah, gerombolan anak laki-laki itu menghadangku lagi di depan gerbang sekolah. Aku terus menundukkan kepala, berharap mereka tidak menggangguku sekali ini saja.
“Hei—anak pencuri sudah pulang!” seru salah satu dari mereka sambil menarik ranselku. Sia-sia harapanku tadi.
“Hei, anak pencuri! Cepat kemarikan uangmu! Atau kami akan memukulimu sampai mati disini!”
Lagi-lagi, air mataku mengalir. Aih, bagaimana ini? Aku memang membawa uang, tapi itu kan uang sakuku yang berharga! Lagipula, aku ingin membeli tteokbokki nanti.
“Cepat kemarikan! Atau kau ingin aku memukulmu sekarang?!”
Aku semakin bingung. Kupegang erat ransel dan seragamku. Mungkin jika aku diam saja, mereka akan berhenti menggangguku dan pergi.
DDUK!
Salah satu dari mereka menendang kakiku. Rasanya sakit sekali. Disini, di lututku. Mungkin akan menjadi memar keesokan harinya. Kajja Eun Woo-ya, berpikir. Bagaimana caranya lepas dari semua ini.
“Cepat kemarikan! Ayo cepat! Atau kami akan memukulmu lagi!!”
“Berhenti!” Seru seorang laki-laki lagi. Aku tidak bisa melihat siapa dia karena aku terus menunduk dan tidak berani menatap mereka. “Kalau begini, yang pencuri itu bukan dia, tapi kalian semua!”
Aku merasakan dadaku melambung. Sebuah kalimat pembelaan. Akhirnya, ada seseorang yang berpihak kepadaku. Aku berusaha mendongak, meski rasanya berat sekali. Yang pertama kulihat adalah seorang namja—yang kira-kira—berumur empat belas tahun juga. Tubuhnya yang kurus dan tinggi serta wajahnya yang garang membuat gerombolan itu ketakutan. Padahal menurutku, umur mereka hampir sama.
“Dengar, kalau aku melihat kalian mengganggu gadis ini lagi, aku akan menghabisi kalian satu persatu!” Seru namja itu lagi sambil mengacungkan tinjunya.
Aku tak percaya dengan penglihatanku. Aku, anak seorang pencuri, telah dibela oleh seseorang yang benar-benar tampan sepertinya…
Gerombolan itu berlari terbirit-birit. Sementara namja baik hati itu menghadapku dan memegang pundakku. Tinggiku hanya sepundaknya saja.
“Mulai sekarang, tidak akan ada lagi yang mengganggumu. Pulanglah, arraseo? Mari kuantar.” Jelasnya sambil memberikan senyumnya. “Namaku Yi Xing, Zhang Yi Xing. Siapa namamu?”
“Lee Eun Woo.”
Dia kembali tersenyum.
Dan itu pertama kali aku mengenal apa yang namanya cinta.

______________

Now~

Lee Eun Woo’s POV

Aku kembali menatap puluhan e-mail di layar laptop yang sekarang ada di hadapanku. Aku harus mengedit, dan memperbagus bahasa dalam e-mail yang berisi novel ini. Aih, lelahnya…
“Eun Woo-ya, berhenti bekerja sebentar dan pergi makan siang denganku!” Seru Ah Reum sambil melambaikan tangannya.
Aku mengangguk, meregangkan lenganku yang kaku, lalu bangkit setelah sebelumnya me-non-aktifkan laptop. Udara lumayan dingin hari ini. Jadi aku sengaja memakai mantel tebal bewarna cokelat muda dan celana jins panjang.
Kami berhenti di restoran Jepang dan Korea tempatku biasanya makan siang. Bau sushi sudah tercium dari depan.
“Kau masuk saja dulu, Ah Reum-ah. Aku mau ke kamar mandi,” kataku sambil tersenyum. Ah Reum mengangguk dan segera masuk  ke dalam, sementara aku berbalik arah menuju kamar mandi yang disediakan. Beberapa kali aku menggosok kedua tanganku agar menjadi hangat sedikit. Lalu, seolah ada dorongan magnetik tak-terlihat, aku menatap ke kanan. Tepat pada seorang namja yang tengah mengarahkan digitalnya.
Aku membulatkan mataku. Berusaha meyakinkan diri apakah namja itu benar-benar namja yang sangat ingin kutemui sejak delapan tahun yang lalu. Zhang Yi Xing. Apa perlu aku menjelaskan lagi, kalau aku begitu menyukai, memuja, dan mencintai Yi Xing? Meski akhirnya kami terpisah. Orangtua Yi Xing memaksa Yi Xing untuk pulang kembali ke Cina dan meninggalkan Korea.
Lupakan. Yang seharusnya aku lakukan adalah meyakinkan mataku. Aku bergegas menyeberang jalan, tempat dimana taman Akiko—tempat dimana namja yang kuyakini sebagai Yi Xing berada. Lampu merah menyala, aku langsung berjalan menghampiri namja itu.
Setelah jarak kami hanya satu meter, aku akhirnya yakin jika itu memang Yi Xing. Dan—tentu saja—aku berjalan menghampirinya.
“Zhang Yi Xing?” Seruku ketika kami lebih dekat.

Author POV

“Zhang Yi Xing?”
Sontak, Yi Xing yang merasa namanya dipanggil, menoleh dan mendapati seorang yeoja sedang menatapnya dengan mata berbinar dan senyum merekah. Dia tidak mengenalinya, tapi entah kenapa wajah yeoja itu terlihat familiar. Tunggu, benarkah yeoja itu adalah—
“Lee Eun Woo?” Seru Yi Xing sambil menatap penasaran yeoja di depannya.
“Aissh, tentu saja ini aku!” Ujar Eun Woo sambil berlari menghampiri Yi Xing.
Slow-motion.
“Siapa dia, Oppa?” Tanya seorang yeoja lainnya yang sedang dipotret oleh Yi Xing sedari tadi, sebelum Eun Woo datang. Yeoja itu menghampiri Yi Xing dan Eun Woo.
“Hmm… Kenalkan Naeri-ah, dia adalah teman kecilku, Lee Eun Woo. Dan EUn Woo-ya, kenalkan, ini adalah yeojachinguku.” Jelas Yi Xing sambil tersenyum.

Lee EUn Woo’s POV

Kenapa rasanya ada badai di hatiku? Kenapa rasanya seperti kepalaku diguyur oleh salju? Kenapa rasanya seperti ada petir menyambar di kepalaku? Kenapa? batinku sambil menatap kosong Yi Xing dan Naeri.
“Annyeong, aku adalah yeojachingu Yi Xing Oppa, Kim Nae Ri imnida.”
Kenapa bahkan rasanya seperti ada yang meletakkan granat di hatiku? Lalu meledakkannya? Kenapa yeoja itu perlu mengulang kalimat menyakitkan itu? Apakah dia ingin menyiksaku dua kali lipat?
“Annyeong, Eun Woo-ya. Kenapa kau hanya diam? Apa kau tak senang bertemu denganku?” Tanya Yi Xing yang merasakan kecanggungan diantara kami semua.
Tapi, yang sanggup aku lakukan hanyalah mengeluarkan air mata. Aku segera berlari menjauh dari mereka. Berharap kejadian sekarang hanyalah mimpi belaka. Halusinasiku belaka. Namun tentu saja tidak. Ini kenyataan.
Batinku berteriak-teriak. Rasanya setiap langkahku seberat batu bermassa satu ton. Rasanya pandanganku semakin mengabur, pekat. Hilang bersama air mataku. Aku terus berlari, berusaha mencari tempat dimana aku bisa menangis sepuasnya. Dimana aku bisa mencerna berita menyakitkan sekaligus mengagetkan ini. Dimana aku bisa bernapas…

Author POV

Eun Woo menghentikan langkah kakinya di bawah sebuah pohon yang masih berada di lingkungan taman Akiko. Dia jatuh terduduk di bawah dahan pohon. Sedetik kemudian, dari mulutnya telah keluar isak kecil. Air mata membasahi mantel tebalnya, merembes, lalu menghilang.
Apakah semua ini kenyataan? Apakah ini memang benar-benar terjadi? Apakah Yi Xing memang telah memiliki yeojachingu? Apakah dia telah melupakanku? Jadi apa pentingnya aku berada di dunia ini? Apa pentingnya?!
Sekarang, satu-satunya alasan aku bertahan disini—selain Halmeoni—sudah menyakiti hatiku. Sekarang, untuk apa aku hidup lagi?! Untuk apa aku berdiri dan menangisi takdir disini?
Jadi selama ini, Yi Xing menganggapku apa?!
Tak henti-hentinya pertanyaan-pertanyaan berputar-putar di otak Eun Woo. Air matanya semakin banyak keluar. Bersatu bersama teman-temannya yang lain. Berkali-kali Eun Woo berusaha menghapusnya, tapi isaknya malah semakin keras.
Benar, dia hanya menganggapku sebagai seorang anak kecil—anak pencuri tepatnya—yang membutuhkan pertolongan, perlindungan, dan teman. Itu saja. Tidak ada yang spesial dari diriku untuknya…
Tidak sama sekali…
Eun Woo menutup mulutnya dengan tangan. Bahkan sekarang, air matanya semakin banyak mengalir.


“Kenapa yeoja itu malah berlari meninggalkan kita, Oppa?” Tanya Naeri sambil bersandar pada bahu Yi Xing.
“Aniya, Naeri-ah, Oppa juga tidak tahu.” Jawab Yi Xing sambil menggelengkan kepalanya. Dia kembali menatap kosong taman di hadapannya, setengah tidak mengerti kenapa Eun Woo malah berlari meninggalkannya dan bukan membalas salam Naeri. Apa gadis itu punya urusan yang begitu penting sampai meninggalkannya? Atau gadis itu memiliki alasan lain?
“Oppa, kajja kita lanjutkan pemotretannya. Biarkan saja gadis itu pergi,” kata Naeri sambil menepuk-nepuk bagian belakang rok pendeknya. Lalu gadis itu mulai berjalan menuju pohon sakura yang rencananya akan dia jadikan sebagai background-nya.
Yi Xing hanya mengangguk dan mempersiapkan kembali digitalnya. Dia kembali memfokuskan pikirannya pada objek indah di hadapannya sekarang. Memang dia sudah menjalin hubungan dengan Naeri sejak tiga tahun yang lalu. Sejak pertama kali dia menginjakkan kakinya di atas kota Seoul lagi setelah lima tahun hidup di Cina. Baginya sekarang, hidup tanpa Naeri sama dengan mati. Itu karena gadis itu begitu penting baginya. Yi Xing memencet tombol ‘potret’ di bagian atas digitalnya, ketika menyadari bahwa udara semakin dingin.
“Naeri-ya, ayo kita berhenti. Udara semakin dingin, lagipula kau memakai rok pendek.” Katanya sambil melambaikan tangannya pada Naeri yang berjarak sekitar satu meter darinya.
Naeri hanya mengangguk sekilas, lalu berjalan menghampiri Yi Xing—mengikuti namja itu keluar dari taman akiko.

________________

“Minum ini. Mungkin cokelat panas bisa menenangkan hatimu,” kata Ah Reum sambil menyerahkan secangkir cokelat panas yang masih mengepulkan asap. Dipandanginya dengan khwatir yeoja di depannya yang masih sesenggukan dan hanya menatap kosong. “Ayolah, Eun Woo-ya. Kau tidak boleh seperti ini.”
Eun Woo—yeoja yang menangis itu—hanya menggeleng dengan pelan. Matanya yang merah masih terus mengeluarkan butiran hangat air mata. Tangannya masih terlipat di bawah mantelnya yang basah oleh air mata yang dikeluarkannya sejak tadi.
“Eun Woo-ya, arra. Aku mengerti bagaimana perasaanmu, tapi setidaknya kau harus menenangkan dirimu sendiri dan meminum ini. kau sudah menangis di luar dua jam. Energimu pasti terkuras habis.” Tutur Ah Reum sambil mengelus pundak Eun Woo yang masih terdiam. Dia merasa prihatin sekaligus khawatir kepada yeoja di depannya ini. Kondisi tubuh Eun Woo sama sekali tidak mendukung. Dan lihat kulitnya yang memucat. Akhirnya, Ah Reum menghela napas. “Baiklah, kau silakan melepas mantelmu. Lalu tidur.”
Eun Woo bangkit dari sofa, lalu langsung berjalan ke kamar tanpa melepas mantel dan sepatunya terlebih dahulu. Segera saja ketika pintu kamar sudah tertutup, dia menghempaskan tubuhnya yang bergetar di atasnya. Berusaha mencerna semuanya dengan pikiran yang jernih. Tapi bukannya berhasil, tubuhnya malah semakin bergetar.
Ayolah, Eun Woo-ya, kau pasti bisa menghadapi ini. Semuanya akan baik-baik saja. Mungkin Yi Xing dan Naeri hanya ilusimu saja.
Tapi Eun Woo tahu. Sangat tahu malah, jika itu semua bukanlah mimpi atau ilusi. Ini semua nyata, bergerak dalam hidupnya, menggerogoti kebahagiaannya.
Seharusnya tadi, dia tidak menghampiri Yi Xing. Seharusnya tadi dia tidak menoleh dan mendapat kenyataan buruk ini. Seharusnya tadi dia langsung masuk ke restoran dan bukannya ke kamar mandi. Tapi toh, apa gunanya kata seharusnya sekarang? Hanya menghasilkan sakit yang lebih dalam saja. 
Eun Woo akhirnya turun dari kasurnya yang dingin dan sedikit basah, melepas mantelnya dan sepatunya, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Dengan segera dinyalakannya tanki air panas, lalu dia beringsut duduk di pinggir bathup. Setelah air panasnya siap, Eun Woo menyalakan shower dan membiarkan dirinya basah oleh air panas yang mengucur. Kemejanya dan jins panjangnya basah. Tapi Eun Woo mengabaikannya sambil menatap ke arah tembok seolah hal itu bisa membuatnya tidak menangis.
Gagal.
Air matanya tetap meluncur turun dan langsung bercampur dengan air panas. Sekali lagi, Eun Woo terisak keras dan dalam.

___________

“Oppa, hari ini aku ada pemotretan dengan majalah remaja,” kata Naeri sambil menggelayut manja di lengan Yi Xing.
“Hmm, lagi? Kau tidak mendapat liburan sehari lagi?” Tanya Yi Xing sambil mengerutkan dahinya bingung.
“Oppa! Aku ini seorang model professional, seharusnya Oppa mengerti kalau aku begitu sibuk menghadapi tawaran pemotretan seperti ini!” Seru Naeri sambil mendelik. “Kalau Oppa tidak terima, mari kita putus saja.”
“Kenapa kau berpikiran seperti itu, Naeri-ah. Tentu saja aku menerimanya. Aku mengerti kok.” Ujar yi Xing buru-buru sambil tersenyum. Senyum yang sedikit terpaksa. Yi Xing tahu sikap Naeri egois sekali, tapi dia terlalu mencintai Naeri sampai tak sanggup hidup tanpa yeoja itu.
Naeri tersenyum puas, lalu kembali menggelayut manja. Dia selalu memenangkan pertengkaran tidak pentingnya bersama Yi Xing.
“Oppa, kajja kita jalan-jalan lagi. Aku ingin pergi ke toko buku,” kata Naeri sambil melakukan mata-aegyo-nya yang selalu berhasil merayu Yi Xing.
“Arraseo. Kajja,”

_________



Eun Woo’s POV


Aku kembali menata buku-buku tebal itu sesuai abjad. Kepalaku pusing sekali, tapi aku tidak bisa beristirahat karena pekerjaanku masih banyak. Benar. Aku bekerja pada dua tempat, toko buku dan perusahaan editor buku.
Aku suka buku. Begitu menyukainya, hampir sama pentingnya buku dengan Yi Xing, atau Halmeoni.
Kenapa aku menyebut yi Xing lagi? Bukannya dia sudah tidak penting lagi bagiku? Salah. Tentu saja dia masih penting. Sangat penting bahkan.
“Eun Woo-ah, ada pelanggan disana. Tolong layani dulu.” Kata Ah Reum. Temanku itu memang selalu satu pekerjaan denganku. Termasuk sebagai editor buku dan penjaga toko buku.
Buru-buru aku mengangguk dan berjalan menuju pintu depan toko. Disana sudah berdiri seorang namja dan yeojanya. Tunggu, bukannya itu adalah Yi Xing? Tidak, aku tidak boleh tampak disini. Aku harus pergi—
“Eun Woo?”
Sial. Yi Xing sudah mengenaliku dan sekarang memanggilku. Aku mendongak, memberikan senyuman palsu dan menghampirinya.
“Annyeong, selamat datang di toko buku. Anda mencari buku apa?” Tanyaku formal, berusaha menutupi keresahan hatiku.
“Jangan terlalu formal begitu, Eun Woo-ya. Oh ya, kenapa kemarin kau malah berlari meninggalkan kami?”
“Ah itu. Mianhae, Naeri-ssi, Yi Xing-ssi, aku baru ingat kalau aku ada janji dengan salah satu penulis. Dan aku sudah terlambat,” jelasku yang tentu saja merupakan kebohongan. Sejak kapan penulis novel membuat janji temu denganku? Mereka hanya mengirimkan e-mail berisi tulisan mereka dan meneleponku untuk memastikan aku bisa bekerja untuk mereka.            
            “Oh, gwenchana.” Kata Naeri sambil mengulurkan tangan. “Jeoneun Kim Naeri imnida, dan sebentar lagi margaku akan berganti menjadi Zhang.”
Entah kenapa, duniaku menggelap. Rasanya seperti ada seseorang yang menaburkan asap tebal di hadapan mataku. Tidak, aku tidak boleh menangis untuk kesekian kalinya. Kemarin itu terakhir. Mulai sekarang, aku harus bangkit.
“Wah, chukkaeyo, Yi Xing-ah, Naeri-ya. Aku pasti akan datang ke acara pertunangan kalian.” Kataku berbohong. Memangnya aku gila? Tidak mungkin aku menghadiri acara yang akan menyayat-nyayat hatiku lebih dalam. Tidak lagi.
“Baiklah, mmm, Eun Woo-ya, apakah disini ada novel roman terbaru?”
Aku mengangguk, mengantarkan mereka pada sebuah rak berisi buku-buku baru yang diurutkan sesuai jenisnya. Lalu setelah selesai, aku langsung berjalan meninggalkan mereka. Berusaha untuk tidak memperlihatkan wajah terlukaku.
Yi Xing—namja yang begitu kuidolakan, namja yang membuatku mengerti apa arti sendirian, apa arti cinta, dan apa arti terluka. Namja pertama yang mengucapkan kalimat pembelaan untukku—kini sudah tidak sendiri. Dia sudah memiliki orang spesial. Dan itu bukan aku…

________



Author’s POV

Eun Woo kembali menatap hamparan rumput liar dan semak belukar di hadapannya. Tangannya yang telah tertutup sweter bergerak memeluk lututnya sendiri. Matanya nyalang menatap, seolah ingin menghabisi orang yang ada di bayangannya sekarang.
Sekali lagi, butiran bening dan basah itu mengalir, turun membasahi pipinya yang memerah karena udara yang dingin. Kali ini, dibiarkannya air matanya mengalir. Mulai sekarang, dia harus merelakan bagian terpenting dari hidupnya itu.Dia harus membuat hatinya lega dan merelakan bagian terpentingnya itu untuk seseorang yang mungkin lebih sanggup mencintai Yi Xing. Melebihi dirinya.
Ponsel Eun Woo bergetar di detik selanjutnya. Dengan malas dirogohnya saku celana jins-nya dan menarik keluar benda mungil metalik itu. Ada sebuah telepon dari Ah Reum.
“Yeoboseyo,” sapanya, memaksakan agar suaranya terdengar ceria dan bukannya hilang ditelan tangisan.
Eoddiya? Ada seorang yeoja dan namja yang mencarimu.”
“Nuguya?”
Sebentar, biar kutanyakan namanya—” sejenak sepi “dia bilang, namanya Yi Xing. Apa kau mengenalnya?”
“Nde, mau apa dia?”
Ah Reum menjelaskan maksudnya menelepon dengan singkat, lalu kembali bertanya dimana Eun Woo sekarang.
“Eumm… aku? Bilang pada mereka, aku sedang sibuk mengedit.” Katanya. Tentu saja merupakan kebohongan. Sudah berapa kali dia berbohong sekarang? Entahlah, hanya Tuhan dan dirinya yang pasti tahu.
Eun Woo menutup teleponnya dan kembali memandangi rumput. Dia ada di desa tempatnya tinggal dulu, sekarang. Masih hampir sama. Bedanya, sekarang sudah ada beberapa pabrik permen dan susu di dekat sini. Dulu, biasanya, ketika sore, Eun Woo akan mampir disini sebentar bersama Yi Xing. Dan mereka selalu saja membawa bekal makanan dan camilan sementara bermain.
Udara dingin yang berhembus membuat nya tersadar dari lamunan-tanpa-akhirnya yang terasa menyesakkan dada. Bagaimanapun, sudah hampir delapan tahun ia menyimpan rasa kepada Yi Xing. Dan rasanya begitu sulit untuk membuatnya melupakan perasaan itu. Ia harus mencari jalan keluar dari semua masalahnya sekarang. Ingin sekali Eun Woo terjun dari atap apartemennya dan mati dengan mengenaskan setelah ditabrak mobil yang melintas. Tapi, tentu saja tidak boleh. Dia masih mempunya Halmeoni, dan Ah Reum yang senantiasa memberinya semangat dan pengertian akan hidup ini. Dan karena dua alasan tersebut, Eun Woo memaksakan dirinya untuk hidup.

________



Eun Woo’s POV


Ingin rasanya aku memeluk namja di depanku ini. Memberitahunya semua akan baik-baik saja, dan masih ada diriku di sampingnya. Tapi rasanya, lidahku terlalu kelu, bahkan hanya untuk mengatakan kata-kata ringan saja.
Yi Xing dan Naeri baru saja kecelakaan. Lalu lintas. Aku tidak terlalu paham detailnya, yang aku tahu, tiba-tiba Yi Xing menelepon dan mengabarkan keadaannya. Yi Xing memang tidak mempunyai luka parah, tapi Naeri iya. Gadis itu duduk di samping kanan. Dan truk itu menabrak dari samping kanan.
Malang.
Tapi rasanya, aku malah bersyukur. Seharusnya tidak boleh, tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku merasa sangat bahagia. Mungkin saja Naeri akan mati dan meninggalkan Yi Xing sendirian. Lalu aku akan membuat hati Yi Xing sembuh, dan dia akan kembali kepadaku. Dan kami akan bahagia.
Mimpi.
“Y-yi Xi-Xing…” panggilku terbata. Tanganku bergerak mengelus pundaknya, hal yang agak sulit kulakukan karena jarak kami yang cukup jauh. Aku tidak cukup berani untuk mendekatinya, karena sepertinya dia masih agak-anti dengan orang selain Naeri. “Ayolah, jangan terus diam seperti itu. Ayo kita masuk, ayo kita lihat keadaan Naeri. Dari tadi aku belum melihatnya.”
“Dia meninggal.” Kata Yi Xing tiba-tiba, nada suara dan raut wajahnya terlihat sangat terluka. Tiba-tiba, rahangnya mengeras dan dia tampak ingin meninju tembok. “KENAPA TUHAN MALAH MENGAMBILNYA?!” teriaknya dengan air mata bercucuran.
Aku tidak tahan lagi, kupeluk erat-erat tubuhnya, berusaha menyalurkan rasa sakit dan sedihku padanya. Yi Xing tidak memberontak, tapi tubuhnya tegang sekali. Tidak, Yi Xing-ah, yang seharusnya ada di posisi Naeri sekarang adalah aku. Bukan Naeri. Bukannya kau tadi mengajakku juga? Lantas kenapa aku tidak mati?
Oh Tuhan…
“Berhenti menangis, Yi Xing-ah. Ini semua bukan salahmu. Ayo, bangkit. Dengar, masih ada aku, dan orangtuamu di Cina. Mereka tentu tidak ingin kau seperti ini. Aku juga. Dan Naeri juga. Dia pasti sedih sekali melihatmu menyumpahi hidup seperti sekarang. Kau tidak seharusnya seperti ini.” Tuturku sambil mengelap air mataku, masih tetap memeluk tubuhnya yang mulai menenang meski bahunya masih naik turun.
“Ini semua salahku, Eun Woo-ya. Seharusnya tadi aku tidak mengajaknya ke taman itu.” Katanya dengan suara yang sarat penyesalan.
“Tidak, Yi Xing-ah. Jika memang ini takdirnya, kau tidak bisa menolaknya. Seharusnya kau bersyukur, karena kau masih dapat melihat wajahnya, meskipun untuk terakhir kalinya. Tuhan baik sekali kepadamu, yi Xing-ah. Tapi aku? Eomma dan Appaku meninggal, bahkan sebelum aku dapat mengucapkan nama mereka dengan baik.”
Yi Xing menatapku, matanya merah dan sembap. Lalu entah kenapa, lengannya tersodor dan sebentar kemudian, aku sudah ada di pelukannya.
Tuhan, beritahu aku. Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Melupakannya? Atau tetap melanjutkan perasaanku?

 T B C

DON'T BE SILENT READER OKE?

NO BASH IF TYPO BERTEBARAN :)

ANNYEONG HASEYO ^^ 
 

1 komentar:

  1. aaaa' nyesek bacanya T_T
    lanjut dong~ penasaran eun woo bakalan sama yixing apa nggk..

    BalasHapus

 

CRACKER Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template