Rabu, 23 Januari 2013

(EXO Ver). My Man and Bike [Oneshoot]


Title: My Man and Bike

Author: JustBaekhyun or MeydaaWK

Cast: Find it by yourself!


Genre: Sad (?) Romance

Rating: PG13

Length: Oneshoot

Poster: Art Factory (wemakeartfactory.wordpress.com) 

Author note:

Annyeong readersdeul ^^

Beberapa hari ini Author jadi suka sama nih namja :3 yaudah deh, Author bikin ff sekalian kwkwk...

Eh, tenang aja, ini Kyuyoung versinya kok. Cari aja ya ^^

Jangan lupa tinggalin jejak kalian ya :) Ghamsahamnida ^^

Happy Reading~

Check it Out!

_______________

Sung Rin POV

Seperti biasanya, aku bangun pagi-pagi, memakai baju cepat-cepat, lalu langsung menghampiri rumah Hye Ra—sahabatku—cepat-cepat pula. Aku harus cepat, jika aku ingin bertemu dengan namja itu.
Namja tampan itu.
Ah, menurutku, pastilah namja itu berumur di bawahku. Lihat saja wajah cutenya yang selalu tampak di wajahnya, setiap hari. Mengingat namja itu, membuat aku semakin semangat saja.
“Sung Rin-ya, kenapa kau malah berdiri seperti itu? Kajja kita berangkat!” Teriak Hye Ra, temanku itu sambil menuntun sepedanya sampai di tikungan.
“Ah, ne~!” Seruku sambil menyusul Hye Ra yang sudah berjalan duluan. Waah, sahabatku itu cepat sekali melajukan sepedanya.
“YA! Hye Ra-ya! Tunggu aku…” seruku dengan memelas. Untuk ukuran kakiku yang pendek, jalan pelan saja rasanya cepat sekali.
“Sung Rin-ya, ayo cepat. Kau bilang kau ingin bertemu dengan namja itu, ayo cepat.”
Aku berusaha keras mengejar Hye Ra. Lalu sampai di jalan raya, aku melihat namja itu…

Author POV

Sung Rin mematung beberapa saat ketika namja yang disukainya itu lewat. Baru setelah Hye Ra menepuk kepalanya, gadis itu baru sadar.
“Rasanya, semakin hari namja itu semakin cute saja!” Serunya.
Hye Ra terkikik mendengar ucapan sahabatnya yang konyol itu. Jatuh cinta memang membuat orang linglung.
“Kajja kita berangkat, nanti terlambat lagi.”
Setelah itu, mereka berdua kembali melaju dengan sepeda masing-masing menuju sekolah.

“Lu Han-ah, sampai kapan kau mengerjakan soal-soal itu?” Tanya Min Seok pada sahabatnya itu. “Kau mau cepat-cepat tua?”
“Ne, ne. Sebentar lagi, aku baru menyelesaikan dua puluh soal.” Sahut namja itu—yang bernama Lu Han—dengan santai. Dia kembali berkutat dengan lembaran-lembaran soal di depannya.
“Aisssh,” gerutu Min Seok sambil menyeret Lu Han keluar dari kelas. “Kajja cepat! Perutku lapar…”
“Dasar! Bukannya kau tadi sudah membawa snack?”
“Itu masih kurang!”
Lu Han mendengus, lalu mengikuti langkah Min Seok menuju kantin sekolah yang sudah lumayan dekat. Beberapa kali dia mendapati yeoja-yeoja menatap padanya, lalu berbisik-bisik.
“Annyeong, Oppa. Mau ke kantinkah?” Tanya seorang yeoja sambil menyodorkan tangan kanannya.
Lu Han hanya menatap yeoja itu sekilas, lalu tersenyum tipis, memutuskan tidak menjawab. Hati Lu Han memaki, memangnya gadis itu tidak melihat langkah kakinya yang menuju kantin? Dasar bodoh!
“Oppa, kenapa tidak menjawab? Apa Oppa tidak bisa berbahasa Korea?”
Lu Han makin kesal, dia mengatakan sesuatu menggunakan bahasa China yang fasih dan menikmati wajah bingung gadis itu.
“Apa orang ini benar-benar tidak bisa berbahasa Korea?!” Tanya gadis itu pada Min Seok yang berdiri sambil tersenyum geli di samping Lu Han.
“Memang tidak.”
“Sialan,” maki gadis itu lalu pergi bersama gerombolannya yang lain.
“Dasar!” Seru Min Seok sambil tertawa.
“Salah siapa bersikap menyebalkan dan sok tahu itu,”
Min Seok hanya tersenyum lalu kembali menyeret Lu Han ke kantin.

______________________

“Sung Rin-a, sampai kapan kau akan melamun seperti itu?” Tanya Hye Ra sambil menepuk-nepukkan kedua tangannya.
“Ah, aku pasti sudah tergila-gila pada namja itu!” Gerutu Sung Rin tanpa menjawab pertanyaan Hye Ra, “andai saja kalau namja itu satu sekolah denganku…”
“YA! Berhenti mengkhayal! Kau tahu—aku tahu—itu tidak mungkin terjadi, lihat saja seragam yang dikenakannya, dia itu adalah murid sekolah unggulan di Seoul!”
“Dan andai saja IQ-ku tidak jongkok seperti ini…”
Hye Ra hanya terkikik sambil menarik Sung Rin keluar dari kelas yang sepi. “Nasib kita ya bersekolah disini, kajja kita ke kantin.”
Sung Rin mengikuti langkah lebar Hye Ra, lalu pandangannya tertumbuk pada selembar kertas yang ditempelkan di mading. Sung Rin berhenti dan membaca kertas itu. Untuk dua puluh murid berbakat, akan dikirim ke International High School!
“Hye Ra-ya!” Teriak Sung Rin semangat sambil menarik-narik lengan Hye Ra yang telah berjalan. “Lihat ini?! Kajja kita ikuti tesnya!”
Hye Ra berhenti sebentar untuk membaca kertas itu, dahinya berkerut, lalu sedetik kemudian, gadis itu tertawa keras. “Sung Rin-ah! Kau gila! Memangnya mungkin kita bisa masuk ke sekolah yang sama dengan namja yang kausukai itu?” Serunya sambil menahan tawa.
Sung Rin mengerutkan bibirnya, “Tentu saja bisa! Kalau kita meningkatkan belajar kita dan mendapat nilai bagus di semester ini, kita akan masuk ke sekolah itu! Aah, senangnya~”
Hye Ra mengembuskan napasnya. Sahabatnya ini memang sudah terbutakan oleh cinta. Lihat saja wajahnya yang oval yang tengah tersenyum riang. Padahal, untuk masuk di sekolah itu, mereka punya sekitar lima ratus saingan!
“Sudahlah, Sung Rin-ah, jangan bermimpi lagi. Kajja kita makan,”
Sekali lagi, Sung Rin memandangi kertas itu dengan pandangan ingin, lalu mengikuti langkah Hye Ra. Biar saja Hye Ra tidak percaya padanya, tapi dia pasti bisa membuktikan bahwa dia bisa masuk ke sekolah itu! Titik!!

__________________

“Lihat yeoja itu, dia selalu memandangimu setiap kali kau lewat disini.” Bisik Jong Dae pada Lu Han yang tengah memandangi jalanan di depannya.
“Mwo? Siapa?” Tanya Lu Han kaget.
“Dia, yeoja berkepang itu!”
Serta-merta, Lu Han menatap yeoja yang dimaksud Jong Dae itu, dan memang benar. Gadis berkepang itu memang tengah menatapnya dengan pandangan yang tidak bisa dia artikan. Lu Han berusaha memahami apa yang ada di pikiran gadis itu, tapi tidak bisa. Rasanya, gadis itu tidak memikirkan apapun karena Lu Han tidak mendapati pemikiran apapun di mata gadis itu. Memang Lu Han bisa membaca pikiran orang-orang.
“Kau berhasil merasuki pikirannya?” Jong Dae bertanya sambil menatap Lu Han yang tengah menyipitkan matanya.
“Tidak, sepertinya yang ada di pikirannya adalah namja tampan. Entah siapa yang dia maksud.” Kata Lu Han, kembali menatap gadis itu, tapi kali ini gadis itu sudah memalingkan wajahnya dan kembali melaju dengan sepeda miliknya sendiri.
“Nah, artinya namja tampan yang ada di pikirannya adalah, kau.”
Lu Han menaikkan alisnya, lalu kembali menjalankan sepedanya. Dia tidak yakin kenapa gadis itu menatapnya intens seperti itu. Atau, jangan-jangan, gadis itu jatuh cinta padanya? Aissh, lupakan Xi Lu Han! Mungkin saja dia hanya menatapmu biasa saja. Lu Han mengangkat bahunya, berusaha mengalihkan pikirannya dari gadis itu.

_____________

“Kau lihat?! Tadi dia menatapku!” Seru Sung Rin kegirangan sambil melonjak-lonjak di atas sepedanya. “Aah, semoga pesonaku dapat menembus sikap dinginnya itu!”
“Darimana kau tahu kalau dia adalah sosok yang dingin?” Tanya Hye Ra.
“Kau lihat saja raut mukanya yang selalu datar, dan matanya yang dingin! Jelas sekali kalau dia adalah orang yang dingin. Sudah cepat, kita harus memarkirkan sepeda, nanti kita terlambat.”
“Cih, gara-gara siapa yang membuat kita terlambat seperti ini?” Sindir Hye Ra.
“Sudahlah, cepat. Bagaimana kepanganku? Tidak berantakan kan?”
Hye Ra menggeleng lalu mengikuti langkah Sung Rin.

“Kau lihat? Aku mendapatkan dua nilai seratus dari tiga tes!” Seru Sung Rin bangga sambil mengibar-ngibarkan kertas jawaban di hadapan Hye Ra.
“Memangnya tes lainnya kau dapat nilai berapa?”
“Enam, hehe…” kata Sung Rin malu-malu. “Tapi setidaknya, aku mengalami peningkatan. Kalau sampai aku berhasil mendapat nilai seratus dari minimal, enam pelajaran, aku akan mengikuti tes pertukaran pelajar itu.”
“Hmm…” gumam Hye Ra sambil berpikir. “Dan berapa nilai yang lainnya?”
“Aku belum tahu.”
Hye Ra menghela napasnya.
“Ya sudah ya, aku mau ke perpustakaan dulu. Park Songsaenim bilang aku bisa membawa pelajaran yang belum kukuasai disana. Dan nanti aku pulang duluan.”
Hye Ra mengangguk, lalu kembali sibuk dengan buku teksnya sendiri. Sementara Sung Rin berjalan menuju perpustakaan.


Lu Han menatap pengumuman tentang pertukaran pelajar yang ditempelkan pihak administrator sekolah. Dia dulu dia juga mengikuti pertukaran seperti itu.
“Mengingat masa lalu, Xi Lu Han?” Tanya seorang yeoja. Lu han menatap yeoja itu, yeoja yang waktu itu mengajak bersalaman dengannya.
“Apa maksudmu?” Sahut Lu Han sinis.
“Bukannya kau dulu berasal dari Cina, lalu mengikuti pertukaran pelajar dan dikirim disini?” Ujar gadis itu. “Namaku Kim Chan Rin,”
Lu Han mendengus mendengar ucapan gadis-sok-tahu itu, dia langsung berlalu dari mading dan berjalan sendirian menuju kelas. Sial baginya, hari ini Jong Dae dan Min Seok memiliki jadwal tambahan dan dia harus pulang sendirian. Lu Han memasukkan tangan kanannya ke dalam saku celananya. Disampirkannya ranselnya di atas bahu lalu berjalan menuju parkir sepeda. Dia memang selalu bersepeda, berangkat, pulang, selalu.
Setelah mengeluarkan sepedanya dari barisan sepeda-sepeda lainnya, Lu Han segera menaiki sepeda gunungnya dan langsung melajukannya keluar dari sekolah. Udara panas langsung menyerbunya, debu-debu tipis segera menyambutnya. Tapi Lu Han tidak peduli. Dia tetap melajukan sepedanya, tiba di tikungan tempat biasanya dia lewat, Lu Han melihat gadis yang tadi pagi menatapnya sedang melamun sambil menjalankan sepedanya.
Diam-diam Lu Han menelisik wajah gadis itu dan pikirannya berusaha merayapi pikiran gadis itu. Lu Han tersenyum tipis, gadis itu memikirkan tentang pertukaran pelajar dan namja tampan. Sadar jika diperhatikan, gadis itu menoleh.
Sejenak, mereka bertatapan.
Gadis itu tersenyum tipis, dengan ragu. Lu Han tidak tahu harus membalasnya atau tidak, tapi saat bibirnya terangkat akan tersenyum, dua truk lewat dan menghalangi pandangannya pada gadis itu. Saat truk itu pergi, gadis itu sudah menghilang.

________________

“Hari ini hari penentuan siapa yang mengikuti tes pertukaran pelajar itu ya?” Tanya Hye Ra pada Sung Rin yang tengah membaca buku teks yang super tebal. “Kau yakin tidak ingin melihatnya sekarang?”
“Tidak, nanti saja. Aku harus menyelesaikan soal ini, kalau tidak ingin Cha Songsaenim marah.”
“Itu kan bisa ditunda,”
“Tidak. Kita harus menyelesaikan tugas cepat-cepat, baru bisa bersantai. Lagipula, aku yakin aku pasti ada di daftar seratus nama yang akan dites itu.”
“Cih, percaya diri sekali kau.”
“Aku mendapat tujuh nilai seratus dari dua belas pelajaran.” Jelas Sung Rin, masih berkutat dengan buku teksnya.
Hye Ra mendesah, sejak pengumuman tentang pertukaran pelajar itu, Sung Rin menjadi sangat serius dalam menghadapi pelajaran. Bahkan, Sung Rin bisa berkutat dengan buku teks itu selama tujuh jam penuh.
“Baiklah, aku akan melihat keputusannya itu. Nanti kau kuberitahu,” kata Hye Ra akhirnya.
Sung Rin nyengir kuda, lalu mengacungkan dua jempolnya ke arah Hye Ra.
Hye Ra berjalan menuju mading yang sama, dan mendapati puluhan siswa berkumpul disana, dengan menyelipkan dirinya, Hye Ra berhasil membaca daftar yang baru dikeluarkan sekolah tadi pagi. Ditelitinya perlahan, dia mendapati namanya bertengger di nomor dua puluh dan Sung Rin di nomor Sembilan belas. Dengan bangga Hye Ra kembali ke kelas.

______________

“Tadi aku melihat gadis itu lagi.” Kata Lu Han pada Jong Dae, ketika mereka sedang duduk di kantin.
“Kau menyukainya?” Tanya Jong Dae sambil menatap Lu Han.
“Tentu saja tidak.” Ujar Lu Han, “aku hanya heran kenapa tadi gadis itu membonceng sepeda gadis satunya sambil membaca buku dan tidak menatapku lagi.”
“Kau sedikit menyukainya dan karena itu kau penasaran, lalu merasa aneh.” Kata Jongdae sambil tersenyum memaklumi.
“Aniya, aku tidak seperti itu. Aku hanya penasaran, itu saja. Aku tidak menyukainya. Bahkan aku tidak tahu namanya,”
“Kau bisa membaca pikirannya, dan kau mungkin bisa mengetahui namanya.” Ujar Jong Dae konyol.
Lu Han mendesis, “Tentu saja tidak bisa. Sudah, ayo kita pulang.”
Jong Dae menatap Lu Han. “Kau bilang, waktu itu gadis itu memikirkan namja tampan dan pertukaran pelajar? Apa gadis itu benar-benar mengikuti pertukaran itu?”
“Sepertinya iya.” Jawab Lu Han tenang. “Menurut inderaku, dia berada di urutan ke Sembilan belas.”
Jong Dae mendengus. “Kadang-kadang aku iri dengan inderamu itu.”
Lu Han tersenyum tipis.

______________

“Ayo cepat, kita harus cepat!” Seru Sung Rin sambil menyeret-nyeret Hye Ra yang tengah membaca buku teks.
“Apa?”
“Hari ini kan pengumuman hasil tes kemarin! Cepat, aku harus melihat!” Seru Sung Rin sambil memasang wajah serius, Hye Ra akhirnya mengalah dan mengikuti langkah Sung Rin yang seperti orang berlari saja.
Tiba di depan mading, Sung Rin mendapati bahwa banyak sekali siswa yang berdesak-desakkan di situ dan memasang wajah kecewa. Sung Rin berusaha keras menelusup ke arah deretan itu. Dia memandang kertas yang dinantikannya selama dua hari ini.
Sung Rin membaca nama-nama itu dengan cepat, berharap menemukan namanya dan Hye Ra dalam dua puluh nama itu.
Jung Han Sup, Kim Na Na, Man Hyorin, Shim Jin Ah, Kim Ji Hye, Park Shin Ra, Cha Jong Nim, Lee Hye Ra… Sung Rin merasa jantungnya berdetak semakin cepat. Dia berusaha membaca daftar itu dengan cepat, dan akhirnya… tiba di nomor lima, Park Sung Rin.
“Yihaaaa!” Teriak Sung Rin membuat orang di sekitarnya menutup telinga. Sung Rin langsung beringsut mundur menghampiri Hye Ra yang memasang wajah penasaran. “Hye Ra-ya! Kau dan aku ada dalam daftar!” Serunya lagi.
“Aih, sudah kutebak. Kajja, kita harus ke administrator sekolah untuk menandatangani berkas-berkas itu.”
Hye Ra dan Sung Rin berjalan menuju kantor Adminstrasi di aula barat. Sung Rin tak henti-hentinya tersenyum puas.
Lihat, Man on Bike! Aku akan melihatmu setiap hari! Haha!

_______________

Lu Han menatap yeoja yang sekarang tengah memandanginya itu. Hmm, berarti inderanya benar. Yeoja itu memang mengikuti pertukaran pelajar itu, karena sekarang yeoja itu memakai seragam yang sama dengannya. Lu Han kembali menatap yeoja itu—yang sekarang tepat berada di belakangnya—membuat sepedanya akan oleng.
“Lu Han-ah, berhenti menatap yeoja itu. Lihat, sekarang yeoja itu sudah seperti orang gila. Tersenyum sendiri!” Bisik Jong Dae sambil merapatkan sepeda mereka.
“Cih, mungkin saja yeoja itu memang gila. Lagipula, kenapa yeoja itu terus mengikuti kita?” 
“Aniya, aku juga tidak tahu. Lagipula, biasanya dia bersama seorang yeoja. Tapi sekarang dia sendirian.”
Lu Han mendengus, dia memutuskan untuk semakin cepat menjalankan sepedanya, lalu sedetik kemudian, sudah terjadi kebut-kebutan di jalan itu.

“Aissh, cepat sekali namja itu…” gerutu Sung Rin sambil memegangi dadanya yang berdetak cepat. Dia tertinggal. “Ya sudah kalau begitu, mungkin aku bisa bertemu dengannya lagi di sekolah.” Lanjutnya, lalu tersenyum riang dan kembali menjalankan sepedanya.
Sementara dari jauh, Lu Han dan Jong Dae menatapnya dengan pandangan heran bercampur aneh.
Sesampainya di sekolah, Sung Rin langsung memarkirkan sepedanya ke parkiran sekolah yang luas dan mendapati bahwa sepeda Man on Bike-nya tidak ada. Sung Rin hapal di luar kepala tentang model dan warna sepeda milik namja itu.
“Sung Rin-ah, cepat masuk! Lima menit lagi kita terlambat!” Seru Hye Ra sambil melambai-lambaikan tangannya dengan ceria.
Sung Rin menatap parkiran ragu, tapi akhirnya dia mengerutkan bibirnya dan mengikuti Hye Ra.

_____________

“Oppa, apa kau sudah melihat murid-murid baru itu?” Tanya Chan Rin sambil mengikuti langkah Lu Han yang tenang.
“Tidak.”
“Kalau begitu, ayo aku antar.” Ajak Chan Rin sambil seenaknya sendiri menggandeng lengan Lu Han, tepat saat seorang yeoja lewat. “Nah, dia salah satunya—lihat wajahnya! Jelek sekali bukan?” Kata Chan Rin sambil mendekatkan mulutnya ke telinga Lu Han.
Lu Han menatap yeoja yang baru saja lewat di depannya dengan pandangan dingin yang datar, gadis berkepang itu. Gadis yang selalu memandanginya tiap bertemu. Lu Han menatap wajah tersentak gadis itu—yang berdiri diam bersama temannya. Dan dia berusaha membaca pikiran gadis itu.
Astaga, pekik Lu Han dalam hati. Gadis itu mengira Chan Rin dan dirinya adalah sepasang kekasih. Yang benar saja!
Lu Han kembali menatap gadis itu, dia merasa wajah gadis itu sedikit memerah dan matanya menjadi berkaca-kaca. Segera saja dilepaskannya gandengan tangan Chan Rin dan berlalu. Wajah gadis itu—yang tidak dia ketahui namanya—terlihat begitu menyedihkan.
“Oppa! Oppa mau kemana?”
Tapi Lu Han sendiri tidak peduli dan tetap berjalan meninggalkan Chan Rin.

_______________

Sung Rin POV

“Mungkinkah itu benar-benar yeojachingu namja itu?” Tanyaku sambil menatap kosong kolam sekolah. Seharusnya, sekolah sudah mulai satu jam yang lalu, tapi aku tidak peduli. Pemandangan tadi rasanya begitu mengagetkan.
Benar juga, kenapa tidak pernah terpikir olehku kalau namja itu sudah punya yeojachingu? Dia tampan, dan murid yeoja disini cantik-cantik. Mudah saja kalau Man on Bike ingin menggaet salah satunya. Dan, yeoja itu adalah yeoja yang sangat cantik tadi.
Aku merasa tersindir.
Selama ini, apa namja itu menyukaiku? Atau, dia malah merasa jijik padaku?
Kemungkinan kedua lebih besar peluangnya terjadi.
“Sung Rin-ah, namja disini tampan-tampan. Kau bisa melupakan Man On Bike-mu itu dan mencari yang lain.” Saran Hye Ra sambil menepuk pundakku. Biasanya, kalau sedang sakit begini, tepukan di bahu bisa sedikit menenangkanku. Tapi sekarang tidak lagi. Luka ini begitu lebar menganga, bahkan rasanya tidak akan ada sesuatu yang bisa menambalnya.
“Sung Rin-ah, kajja kita ke kelas…”
Baiklah, aku harus bangkit. Memangnya aku bersekolah disini hanya untuk bertemu namja-sialan  itu? Ah, tentu saja tidak. Aku langsung berdiri dan berjalan menuju kelas kami yang tidak begitu kuhapal. Tapi setidaknya Hye Ra hapal.
Kelas kosong. Hanya ada beberapa murid yang sedang duduk di bangku masing-masing, dan ada yeoja yang tadi bersama Man on Bike-ku. Ah, salah. Mulai sekarang, namja itu bukan Man On Bike-ku lagi.
“Hye Ra-ya, bukannya itu yeoja yang bersama namja tadi?” Tanyaku sambil berbisik pada Hye Ra yang sedang meletakkan tasnya di laci.
“Ne, sepertinya. Memangnya kenapa? Apa kau berpikiran ingin melabrak yeoja genit itu?”
Aku menggeleng. Lagipula, siapa aku? Aku bukan siapa-siapa namja itu. Jadi, aku tidak berhak untuk merasa marah.

Author POV

“Ya, siapapun! Tolong ambilkan sepatuku di atas sana!” Teriak seorang murid yeoja sambil memandangi seisi kelas penuh harap. “Chan Rin melemparkan sepatuku di atas rak tinggi itu!” Lanjutnya dengan muka memelas.
Serentak, seisi kelas saling menatap. Berusaha mencari yeoja yang paling tinggi di kelas. Pandangan mereka berhenti di Sung Rin.


“Lu Han-ah, kajja ke kelas sepuluh,” ajak Min Seok pada Lu Han.
“Waeyo?”
“Aku harus menemui adikku di kelas itu.”
Lu Han mengiyakan dengan malas. Dia tahu kalau Chan Rin adalah murid di kelas itu. Dan dia tidak suka kalau-kalau yeoja genit itu menganggapnya menyukainya. Yang benar saja!
Min Seok berjalan di depan Lu Han dengan langkah-langkah pendek seperti biasa, membuat Lu Han dengan mudah mensejajarinya. Mereka sampai di depan kelas sepuluh itu. Lu Han memandangi lembaran kertas yang menunjukkan data-data siswa-siswi baru dari pertukaran pelajar itu. Matanya bergerak, dan akhirnya berhenti pada sebuah foto. Gadis berkepang yang pagi tadi ditemuinya.
Park Sung Rin.
“Lu Han-a, ayo masuk. Apa kau ingin berdiri di sana sampai nanti?”
Lu Han mengangkat bahu sambil tersenyum. Ternyata gadis itu bernama Park Sung Rin. Saat masuk ke kelas itu, yang pertama dilihatnya adalah Sung Rin. Gadis itu tengah memanjat dua bangku yang ditumpuk ke atas, sambil berusaha menggapai atap rak tinggi di depannya. Kakinya yang ditutup sepatu kets bewarna berjinjit-jinjit.
“Ya! Kenapa kau memanjat seperti itu?!” Seru Lu Han spontan, matanya bergerak dari kaki Sung Rin menuju meja yang bergerak-gerak seakan ingin jatuh.
“Dia sedang berusaha menolongku,” ujar yeoja tadi, yang bernama Kim Min Ah, alias adik Min Seok. “Chan Rin melempar sepatuku ke atas sana dan gadis itu berusaha menolongku.”
Cepat-cepat Lu Han menghampiri Sung Rin yang masih tetap berjinjit, berusaha menggapai sepatu pantofel Min Ah. Lu Han menggoyang-goyangkan bangku bawah, berusaha membuat Sung Rin berhenti berjinjit dan menghadapnya.
“AUW!” Seru Sung Rin saat bangku mulai bergoyang-goyang dengan cepat. Dia jatuh terduduk—beruntung masih di atas bangku. “Ya, apa-apaan kau! Kau bisa saja membunuh—” ucapan Sung Rin berhenti ketika matanya melihat Lu Han.
“Membunuh apa?” Tanya Lu Han santai sambil memandang Sung Rin dengan pandangan menantang.
“Aissh, berhenti menggoyang-gooyangkan bangku. Aku harus mengambil sepat—” ucapan Sung Rin kembali terpotong ketika Lu Han ikut memanjat bangku itu, dan sekarang namja itu sudah ada di sampingnya yang tengah terduduk. Dengan mudah Lu Han meraih sepatu Min Ah yang dari tadi berusaha ia gapai.
“Nah, serahkan urusan seperti ini pada namja,” ujar Lu Han santai, lalu melempar sepatu itu pada Min Ah. Lu Han kembali menatap Sung Rin yang tengah mematung di hadapannya. “Dan—aku bukan namjachingu Chan Rin.”
“Mwo?!” Seru Sung Rin sambil membulatkan matanya. “Memangnya ada hubungannya denganku?”
Lu Han mengangkat bahu lalu turun dari bangku itu. “Cepat turun,” perintahnya. Sung Rin berusaha turun, tapi kakinya tertindih oleh tubuhnya sendiri, yang mengakibatkan tubuhnya oleng. Sedetik kemudian, Sung Rin mengira dirinya akan jatuh dengan sangat keras, lalu mati. Tapi yang ada, dia hanya merasakan sesuatu yang lunak di bawahnya. Dengan takut, Sung Rin membuka kedua matanya. Dan, dia merasa jantungnya seolah jatuh ke tanah ketika dilihatnya Man On Bike ada di bawahnya.
“OMO!” Seru Sung Rin kaget, sambil bangkit dari jatuhnya dan memandang Lu Han panik. “Apa kau baik-baik saja?”
Lu Han meringis, bahunya sakit sekali. Apalagi yeoja itu cukup berat. Tapi bukannya namja tidak menunjukkan kelemahannya? Jadi Lu Han menggeleng dengan tenang lalu berusaha bangkit. Sung Rin mengulurkan tangannya, yang disambut oleh Lu Han.
“Astaga!” Seru suara yeoja dari pintu, “apa yang kau lakukan pada Oppa-ku?!” Seru yeoja itu lagi kepada Sung Rin yang masih memegang tangan Lu Han.
“Aniya,” sahut Lu Han sambil membersihkan kemeja putihnya yang kotor.
“Gomawo.” Kata Sung Rin tepat ketika Lu Han memandangi wajahnya.
Lu Han tersenyum tipis, lalu keluar dari kelas itu bersama Min Seok.
“Astaga~ Itu romantis sekali~” seru beberapa siswi yang melihat kejadian secara langsung, terkecuali Chan Rin yang tengah menatap Sung Rin sinis.
“Kau—ikut aku.” Kata Chan Rin sambil menunjuk Sung Rin. Lalu berjalan mendahului.
Saat akan melangkahkan kakinya, Min Ah menghalangi Sung Rin. “Jangan. Jangan ikuti gadis jahat itu. Biar aku yang membereskannya.” Ujar Min Ah dengan tenang.

___________

“Kejadian itu sangat romantis!” Seru Sung Rin menggebu-gebu sambil memacu sepedanya cepat. “Kau tahu? Itu terlihat sangat keren, sampai-sampai aku mengira aku menjadi Cinderella dalam versi nyata.”
“Dasar. Tapi kelihatannya Chan Rin benar-benar marah padamu.”
“Siapa peduli. Man On Bike bilang dia tidak memiliki hubungan apapun dengannya.” Ujar Sung Rin, lalu beberapa detik kemudian, dia menepuk dahinya keras. “Astaga! Kenapa aku lupa tidak menanyakan namanya, ya?!”
Hye Ra terkikik. Memang tadi dia tidak melihat kejadian-romantis yang menimpa Sung Rin secara langsung.
“Aissh, eottohke?!”
“Kau kan bisa menanyakannya besok.”
“Terlalu lama!”
Hye Ra memukul bahu Sung Rin pelan, lalu berjalan mendahului sepeda Sung Rin. Mereka saling memukul sambil tertawa-tawa.

“Kau lihat gadis itu?” Tanya Lu Han kepada Jong Dae. Mereka sedang bersepeda di belakang Sung Rin dan Hye Ra.
“Wae? Kata Min Seok, kau tadi menolongnya. Kau sudah tahu namanya?”
Lu Han mengangguk. “Menurutmu, dia gadis yang menyenangkan atau tidak?”
Jong Dae mengangguk sambil memasang wajah menyelidik. “Kau menyukainya?” Tanyanya, serangan telak bagi Lu Han. “Menurutku, dia adalah satu-satunya yeoja tidak tahu malu di sekolah kita.”
“Uh-mm. Dia cantik?”
“Kau benar-benar menyukainya?”
“Kurasa.”
“Beri aku sebuah alasan sampai akhirnya seorang Xi Lu Han yang dingin membuka hatinya.” Ujar Jong Dae takjub.
“Karena aku melihatnya.”
“MWO?!”

_____________

“Maksudmu apa, yeoja-genit?!” Seru Chan Rin kepada Sung Rin sambil menekan kata ‘yeoja-genit’. “Kau ingin mencari perhatian kepada Lu Han Oppa?!”
“Lu Han Oppa? Siapa dia?” Tanya Sung Rin heran.
“Jangan berpura-pura bodoh. Kemarin dia menolongmu! Dan itu pasti tidak akan terjadi jika kau tidak berpura-pura jatuh.”
Jadi namanya Lu Han? Kenapa tidak terdengar seperti orang Korea? Batin Sung Rin.
“Yeoja-genit!”
“Mwo? Yeoja genit? Apa maksudmu?!” Amarah Sung Rin langsung tersulut ketika Chan Rin menyebutnya ‘genit’.
“Kau memang yeoja genit! Lihat siapa yang mengganggu calon-namjachinguku!”
“Calon—bukan berarti akan menjadi nyata kan?” Sindir Sung Rin telak. “Memangnya kau kira Lu Han mau menjadi namjachingu orang sepertimu?”
Chan Rin menggertakkan gerahamnya keras-keras. Emosi. “Aissh, jinjja! Kau benar-benar!!” Serunya, lalu tangannya terjulur untuk menjambak rambut Sung Rin keras.
“Auw!”  Jerit Sung Rin refleks, tangannya ikut terjulur untuk menjambak rambut panjang Chan Rin yang tergerai, sementara rambutnya sendiri dikuncir kuda. “Dasar, yeoja genit!”
“Hei, apa-apaan ini!” Seru Min Seok ketika melihat Sung Rin dan Chan Rin sedang bertengkar di belakang kelas. Min Seok berusaha melerai keduanya, tepat ketika Lu Han lewat.
“Lu Han-ah!” Seru Min Seok memanggil Lu Han.
PLAKK. Tamparan keras Sung Rin mendarat dengan telak di pipi Chan Rin.
“Auww… Appo…” ujar Chan Rin sambil berpura-pura kesakitan. Lu Han segera menghampirinya.
“Gwenchana?” Tanya Lu Han sambil menatapnya khawatir. “Sung Rin-ssi! Kau ini keterlaluan sekali!”
“Mwoya? Aku?” Sung Rin menatap Lu Han syok. Siapa yang memulai pertengkaran? Enak saja Lu Han menuduh dirinya. Sung Rin berusaha menekan perasaan sakit hatinya. Ternyata, namja yang begitu diidolakannya—sampai ia rela bersekolah disini—dengan seenaknya mengecap dirinya begitu.
“Auw… Oppa, gadis ini liar sekali! Tadi aku akan ke kamar mandi, tapi gadis ini menarikku dan menjambakku seperti itu…” jelas Chan Rin sambil mengeluarkan air matanya.
Min Seok tidak dapat berkata apa-apa untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Mulutnya seolah terkunci rapat, ketika adegan Lu Han melotot kepada Sung Rin.
“Dengar Sung Rin-ah, kali ini kau benar-benar keterlaluan. Kau bukan siapa-siapaku, ingat? Dan—kau hanya kebetulan saja dapat masuk ke sekolah ini.”
Serangan telak yang sangat mematikan. Sontak, mata Sung Rin berkaca-kaca, di cengkeramnya jemarinya erat-erat lalu langsung meninggalkan semuanya, dengan hati yang terluka.

___________

“Dengar, Hye Ra-ya, aku tidak peduli lagi. Aku akan keluar dari sekolah ini dan kembali ke sekolah lama kita. Terserah saja, kalau kau mau ikut denganku, cepat kita siapkan berkas-berkas yang dulu diserahkan pihak sekolah kita dan membatalkannya.” Jelas Sung Rin panjang lebar.
“Mwo? Pindah lagi? Waeyo, Sung Rin-ah? Kau kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi padamu? Ayo, katakan padaku sejujurnya.”
Awalnya, Sung Rin sama sekali tidak berniat untuk menceritakan kejadian yang tadi siang menimpanya itu. Tapi, saat Hye Ra menatapnya seperti itu, pertahannya runtuh dalam hitungan detik. Sontak, air matanya yang terkumpul dalam sudut matanya, keluar dengan deras. Hye Ra menatap Sung Rin yang tampak sangat menyedihkan ketika menceritakan kejadian antara dia, Lu Han, dan Chan Rin-si-penjilat.
“Sekarang, cepat. Beritahu aku, apa kau tetap akan bersekolah disana?” Tanya Sung Rin akhirnya, sambil mengelap air matanya yang menggantung di pelupuk matanya.
“Aku tidak punya alasan untuk tetap bersekolah disini. Jadi, kajja kita kembali.”
Mereka berdua ber-high-five dengan riang. Sejenak, Sung Rin mengira dirinya baik-baik saja. Dia akan baik-baik saja, kalau dia tidak bertemu Lu Han, atau Chan Rin, sampai hatinya siap.
Lagipula, seharusnya dia sudah melupakan Lu Han sekarang. Namja itu tidak pantas dicintainya, tidak, cintanya terlalu suci untuk dimiliki seseorang seperti Lu Han.
Mulai sekarang, tidak akan pernah ada Man On Bike lagi. Mulai sekarang, hanya ada namja bernama Xi Lu Han, seseorang yang dulu pernah dicintainya. Itu saja. Tidak ada hal spesial lagi sekarang.
Semuanya sudah selesai, sampai disini.

___________

“Kau lihat gadis itu, bahkan dia tidak melirikmu.” Kata Jong Dae sambil menunjuk ke arah Sung Rin yang tengah bersepeda sambil memakai earphone. “Apa yang terjadi? Apa kau sudah menolaknya?”
Lu Han menghela napas. “Menolak? Well, dia tidak pernah menyatakan cinta padaku.” Katanya dengan sangat tenang, sekaligus merasa sedikit-bersalah.
“Lalu kenapa dia terlihat mengabaikanmu?”
“Entahlah, itu bukan urusan kita. Ayo kita menyalipnya saja.” Ajak Lu Han, lalu segera mempercepat laju sepedanya, sampai dia bisa mensejajari sepeda Hye Ra dan Sung Rin. Aneh, Sung Rin sama sekali tidak menatapnya, dan malah mengalihkan pandangannya ke depan dengan fokus. Hal yang aneh, yang membuat Lu Han merasa ada yang hilang dari kebiasaannya.

___________

“Aniya, Lu Han-ah. Kau terlalu cepat mengambil keputusan.” Kata Min Seok dengan mimik serius. “Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Gadis jahat itu yang memulai.”
“Maksudmu,” kata Lu Han lamat-lamat. “Gadis dengan rambut tergerai?”
“Ya, siapa lagi kalau bukan dia. Dia yang memulai menjambak gadis yang satunya.”
Lu Han merasa tenggorokannya tiba-tiba kering. Itu pasti sebab kenapa Sung Rin mengacuhkannya. Dia mengambil keputusan terlalu cepat.
“Lalu, kau datang tepat ketika gadis jahat itu melepaskan genggaman tangannya di tangan gadis satunya, sehingga menyebabkan tangan gadis itu menampar pipi gadis jahat itu.” Lanjut Min Seok lagi, tidak memahami kerutan-kerutan yang tiba-tiba muncul di wajah Lu Han. “Dan, kau dengan seenaknya menuduh gadis satunya itu. Kemarin, aku yakin sekali melihat gadis itu menangis. Kalau aku jadi dia, aku pasti akan menamparmu waktu itu, lalu menangis seperti anak kecil.”
“Berhenti,” kata Lu Han dengan tegas. “Cukup sampai disini. Aku ada urusan,” lanjutnya sambil bergegas keluar dari kelas.
“Ya, Lu Han-ah! Dasar! Aku belum selesai bercerita!”
Lu Han mengabaikan ucapan terakhir Min Seok dan tetap melangkahkan kakinya menuju kelas sepuluh. Dia perlu meminta maaf kepada Sung RIn karena menuduh gadis itu sembarangan.
Sesampainya di kelas itu, Lu Han hanya melihat adik Min Seok. Dipanggilnya gadis itu, lalu saat Min Ah sudah ada di depannya, Lu Han mulai bertanya tentang keberadaan Sung Rin.
“Ah, memangnya sunbae belum tahu? Tadi pagi, Hye Ra dan Sung Rin keluar dari sekolah ini.” Kata Min Ah sambil tersenyum. “Aku seharusnya berterima kasih dulu kepada Sung Rin, tapi gadis baik hati itu malah pergi duluan.”
Lu Han menggaruk rambutnya yang tidak gatal, lalu berterima kasih. Kemudian, dia kembali ke kelasnya.

___________

“Gadis itu pindah sekolah, katamu?” Seru Jong Dae kaget ketika mendengar curhatan Lu Han tentang Sung Rin. “Sebelum kau meminta maaf?!”
“Aigoo, Jong Dae-ya, jangan keras-keras. Itu memalukan tahu.”
Jong Dae meringis tidak enak, lalu merapatkan mantelnya. “Omong-omong, kau tahu rumahnya?” Tanyanya.
Lu Han menggeleng. Wajahnya yang cute kayak marmut *plakk terlihat merengut.
“Aigoo… Baiklah, besok kita pasti bertemu dengan gadis itu lagi. Kau tenang saja, kau pasti berhasil meminta maaf padanya.”
Lu Han mengangguk.

Tapi kenyataan tidak berpihak padanya. Esoknya, esoknya lagi, esok-esoknya lagi-lagi, esok-esok-esoknya lagi-lagi-lagi, Lu Han tidak pernah bertemu Sung Rin lagi. Sampai dua minggu setelahnya, Lu Han masih belum bertemu.
Lu Han merapatkan mantel cokelatnya yang tidak terlalu tebal, lalu kembali menatap kosong sungai Han di hadapannya. Airnya yang jernih menggambarkan bayangannya. Lampu-lampu berbayang di atasnya. Tepat di hadapan Lu Han.

Lu Han POV

Aish, seharusnya aku bisa melupakan gadis itu. Seharusnya aku tidak berlarut-larut memikirkannya. Mungkin saja gadis itu bahkan sudah lupa dengan semuanya dan hidup seperti biasanya, hidup sebelum aku mengenalnya.
Lalu kenapa aku merasa sedih? Bukannya dulu aku merasa sedikit risi ketika dipandangi dengan terang-terangan olehnya? Sekarang, tidak akan ada lagi yang memandangku dengan tatapan memuja yang kentara sekali.
Tapi kenapa aku merasa sedikit aneh dengan kehidupan lamaku?
Apa sudah begitu lama aku mengenal gadis itu sampai rasanya aneh hidup sehari tanpa yeoja itu? Ada apa denganku?
Sekarang, rasanya aku melihat bayangan Sung Rin di atas air.
Rasanya, terlalu awal untuk melihat bayangan-bayangan aneh seperti itu. Apa aku sudah menyukainya? Atau, aku justru telah mencintainya? Atau tidak keduanya? Aku tidak tahu…
Sekarang, bayangan itu terlihat semakin dekat. Refleks, aku membalikkan tubuh dan mendapati bahwa gadis itu memang gadis yang sama dengan gadis tempo hari lalu. Sung Rin…
Aku hanya menatapnya, tanpa berusaha menggapainya, atau mendekatinya, atau meminta maaf kepadanya. Seperti yang kuinginkan sejak lama. Entah kenapa, pandangan kosong gadis itu menyimpan ketertarikan tersendiri bagiku. Aku mencoba merayapi pikirannya. Tapi, bahkan gadis itu menutup pikirannya. Gadis itu menutup dirinya. Bahkan untuk sekedar kuketahui, apa yang ada di pikirannya.
Sung Rin hanya berjalan, dengan lunglai, sambil terkadang menyelipkan helai rambut lurusnya yang tertiup angin. Dia mengenakan celana jins biru gelap panjang yang ketat dan sweter putih tebal, dan syal bewarna biru muda. Rambutnya yang biasanya terkuncir rapi digerai dengan sembarangan.
Astaga, apakah aku perlu menyebutkan penampilannya sampai sedetail itu? Untuk apa?
“Sung Rin-ah!” Seruku, ketika aku menyadari bahwa langkah gadis itu sudah lumayan jauh. Dia berhenti, lalu berbalik menatapku. Dan aku baru sadar bahwa gadis itu menangis. Aku tidak tahu kenapa kakiku melangkah menghampirinya. Yang aku tahu, sedetik kemudian, aku sudah merasakan hangatnya tubuh gadis itu.
Semuanya terjadi dalam hitungan sepersekian detik, tanpa dihalangi oleh apapun.

Sung Rin POV

Aku tidak tahu darimana namja ini berasal. Aku tidak tahu apapun, kecuali hangatnya dekapannya yang menyelubungi bahuku kini. Tiba-tiba, rasanya sakit hati yang begitu sulit kusembunyikan dari semua orang, muncul kembali dengan cepat. Dan rasanya, semakin lama semakin cepat. Ada apa?
Ah ya. Aku tahu kenapa. Namja ini bukan milikku. Itu satu-satunya penyebab hatiku terasa teriris. Dia bukan milikku. Dan tidak seharusnya Lu Han berdiri disini. Tidak seharusnya dia memelukku seperti ini. Tidak seharusnya…
“Kau kemana saja?” Tanyanya dengan canggung, setelah melepaskan pelukannya.
Rasanya otakku kosong sejenak, lalu perlahan aku berhasil menemukan suaraku. “Apakah itu penting?” Tanyaku dengan suara terdengar seperti rintihan.
“Itu penting.” Katanya dengan cemas, matanya yang cokelat bening terlihat lebih gelap daripada sebelumnya. Apa emosi bisa membuat seseorang kehilangan pikiran rasionalnya? “Karena aku punya hutang padamu.”
“Hutang? Hutang apa?” Tanyaku bingung. Apakah aku pernah meminjaminya uang? Tidak. Apa aku pernah menolongnya? Tidak juga. Lalu apa?
“Aku berpikiran negatif padamu tempo hari.” Katanya dengan nada antara hangat dan… cemas?
Aih, masalah itu. Aku memang sempat sakit hati beberapa hari yang lalu, tapi rasa cintaku rupanya terlalu besar untuk membencinya. Meski rasanya masih menyakitkan mengingat dia sudah berpikiran salah tentangku. Itu artinya, dia tidak mempercayaiku. Bukan begitu?!
“Aku minta maaf, Min Seok memberitahukanku kebenarannya beberapa minggu yang lalu. Dan saat itu, kau sudah tidak bersekolah dalam satu sekolah denganku.” Ujar Lu Han sambil tersenyum sedih. “Dan aku mendapati bahwa kau juga tidak lewat jalan biasa ketika kita bertemu.”
Kenapa kedengarannya seolah-olah dia menyukaiku? Apa itu benar? Kenapa seolah-olah dia terdengar menanti-nantikan bertemu denganku?
“Kemudian, aku baru sadar jika aku bahkan tidak tahu sedikitpun tentangmu.”
Apakah dia sedang mencoba merayu? Benarkah?
“Apakah itu penting bagimu?” Tanyaku, sedikit terlalu cepat. Aku sangat berharap dia menjawab ya. Tapi nyatanya, Lu Han hanya tersenyum.
“Apakah kau menyukaiku?” Tanyaku lagi dengan semangat yang tiba-tiba muncul, padahal, sepuluh menit yang lalu aku sedang menangis terisak dan kehilangan semangat.
“Sepertinya.” Sahutnya sambil mengedipkan mata cokelatnya—yang entah kenapa terlihat lebih bening di kegelapan malam.
“Hanya sepertinya?” Candaku, sambil melilitkan tanganku di lengannya yang terbungkus mantel. Lalu aku menariknya berjalan. Memang terlihat terlalu agresif, tapi, apa peduliku? Bukannya aku duluan yang tersenyum padanya? Bukannya aku duluan yang selalu memandanginya, setiap hari? Jadi, kenapa tidak diteruskan saja?
Lu Han tersenyum, lalu mendekatkan mulutnya ke bibirku. Astaga, apakah dia akan menciumku?! Sekarang aku harus melakukan apa? Apa aku harus memejamkan mataku? Atau…
“Jangan berpikiran aneh.” Bisiknya di telingaku. Sial, ternyata dia hanya menggodaku. “Saranghae.” Katanya dengan suara yang terdengar sangat lembut di telingaku.
Aku tersenyum menggoda. “Baiklah, sejujurnya, aku sudah menantikan kata itu sejak setahun yang lalu.” Ujarku dengan tenang, sambil merapatkan tubuh kami, mempersempit jarak.
“Oh, ya?”
“Kau terlalu dingin. Jadi aku tidak berani memanggilmu. Lagipula, aku tidak tahu namamu.” Jelasku. “Dan aku masih terlalu malu untuk menghampirimu.”
Well, apakah aku terlihat sedingin itu?”
“Bahkan, aku hanya perlu menatap matamu, dan aku langsung tahu kalau kau tipe orang yang dingin.” Gurauku, sambil mengerlingkan mata kananku.
Tangan Lu Han tergerak dan menggelitiki pinggangku.
“YA! Auw… Haha…” seruku, lalu berbalas menggelitiki pinggangnya.
Dan begitulah kami, di sepanjang jembatan sungai Han.
Aku percaya pada cinta.
Aku percaya pada apa yang namanya Man On Bike.
Bisa saja kalau kau melihat seorang namja setiap hari, bisa jadi dia jodohmu. Seperti yang terjadi padaku.
Semoga saja cinta kami tidak pernah pudar.
Semoga saja…

Hei, untuk apa mengkhayal jika masa depan ada di depanmu?

I Meet my Man On Bike… and You?
  
T B C

Hehe, gimana readers? Baguskah? O.o

Jangan lupa tinggalkan jejakmu lohyaa ^^

Ghamsahamnida ^^
 

1 komentar:

  1. Woowww...happy ending...suka...
    Kayanya ceritanya kependekan thor...jadi kurang mendetail...rasa suka luhan nya kurang keliatan...hehehe...
    Keep writing ya..
    Gomawoyo...

    BalasHapus

 

CRACKER Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template